Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII hari Rabu (20/5/1998) mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia secara bersama-sama mendukung Gerakan Reformasi. Seruan itu dinyatakan dalam suatu maklumat yang dibacakan Sultan HB X di hadapan hampir sejuta penduduk Yogyakarta dan sekitarnya di Pagelaran Keraton, Yogyakarta.
Pembacaan Maklumat Sultan Yogyakarta dan Gubernur DIY itu merupakan puncak acara yang diselenggarakan Aksi Gerakan Rakyat Yogyakarta dan sekitarnya. Seluruh acara dari pagi hingga petang berlangsung tertib, damai, dan mengharukan. Acara pertama di Kampus UGM kemudian diteruskan di Pagelaran dan Alun-alun Utara depan Keraton Yogyakarta. Hadir saat itu sekitar satu juta orang.
Dalam amanat sambutannya, Sultan HB X mengingatkan bahwa kalau merenungkan sejarah perjuangan bangsa, maka maknanya yang sekarang pantas dipetik adalah "kembali pada semangat kejuangan Yogyakarta yang dijiwai asas kerakyatan dan laku prasaja (berlaku sederhana. - Red), agar dengan demikian generasi muda calon pemimpin bangsa tetap setia pada semangat kerakyatan dan kesederhanaan itu, yang memang merupakan akar budaya bangsa yang sebenar-benarnya."
"Banyak penguasa yang senantiasa mencari makna simbolik di balik setiap peristiwa. Apa lagi jika simbolisasi itu dimaknakan justru dengan tafsir yang salah-kaprah, yang seakan tak terbantah karena keluar dari fatwa sang penguasa," kata Sultan HB X.
Sultan HB X kemudian memberikan beberapa contoh. Ora-ilok (tidak pantas - Red) diartikan tidak boleh mengkritik penguasa. Mbeguguk ngutha waton (keras kepala -Red), dan mbalelo (membangkang -Red), hanya disandangkan bagi rakyat yang menuntut haknya sehingga pantas digebug (dihantam dengan pemukul -Red) dan dilibas, dan bukannya bagi penguasa yang sudah tak bisa menangkap aspirasi rakyat karena terlalu asyik dengan permainan kekuasaan saja. Lalu, aja dumeh (jangan mentang-mentang -Red) malah dialamatkan hanya bagi rakyat yang tergusur, bukannya bagi mereka yang menggusur dan makmur di atas pundak rakyat banyak. Dan unggah-ungguhing trapsila (tata krama - Red) yaitu tepa salira dan ewuh-pekewuh (tenggang rasa -Red) hanya boleh dikenal oleh rakyat, bukan bagi pejabat yang korup maupun kolusi dan lain sebagainya.
Semua itu, menurut Sultan HB X, adalah krisis moral yang berlanjut pada krisis kepercayaan rakyat pada penguasa. "Kita sudah lama menaruh kekhawatiran besar. Karena ketakutan struktural, maka makna yang salah kaprah itulah yang dibenarkan penguasa di level (tingkat) bawahan, yang semakin ke bawah semakin melenceng dari makna yang sejati. Sedihnya, bahkan sering bertolak belakang dengan makna yang diajarkan oleh para leluhur," ujarnya kemudian.
"Dan memang, sungguh kita sedang berada di ujung jalan, atau di permulaan jalan baru yang mungkin saja masih panjang, di mana dituntut peran segenap rakyat guna mengantar bangsa ini ke gerbang cita-cita," kata Sultan HB X.
Sultan HB X menegaskan, dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 maka kedaulatan adalah berada di tangan rakyat, dan dengan Maklumat 5 September 1945 maka rakyat Yogyakarta mendukung Proklamasi dan berpihak kepada Republik. Maklumat itu dibuat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang antara lain menyatakan wilayah Kesultanan Yogyakarta menjadi daerah istimewa dalam negara Republik Indonesia.
"Maka adalah panggilan sejarah, jika sekarang segenap komponen rakyat Yogyakarta tampil mendukung Gerakan Reformasi Nasional bersama kekuatan reformasi yang lain." kata Sultan HB X. "Untuk itu saudara-saudaraku rakyat Yogyakarta, saya bersama Sri Paduka Paku Alam VIII menyampaikan maklumat bagi bangsa dan rakyat Yogyakarta."
Yang salah, seleh
"Sikap saya ini sesuai dengan amanat almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX (ayahnya-Red), bahwa yang salah akan seleh (yang salah harus mengaku dan meletakkan jabatan-Red). Dan perjuangan yang lurus akan diridhoi Tuhan. Dalam situasi seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali memihak kepada rakyat. Rakyat jangan hanya jadi obyek ketidakadilan terus-menerus. Semuanya itu telah tamat," ujar Sultan HB X kepada pers kemudian, sambil menambahkan harapannya bahwa Yogyakarta agar menjadi kota pelopor gerakan reformasi secara damai.
Teriakan dan sambutan Hidup Sultan! Hidup Sultan! segera membahana di UGM. Hal serupa terulang kembali dalam suasana gegap gempita di Alun-alun Utara Yogyakarta, usai Sultan membacakan Maklumat tentang reformasi.
Tentang ajakan untuk mendukung gerakan reformasi, Sri Sultan menegaskan, apakah reformasi akan berjalan cepat atau lambat, yang penting Sultan telah melaksanakan kewajibannya menyampaikan aspirasi rakyat, dengan tanpa prasangka, tanpa ambisi, tanpa menyebut nama orang. "Saya 'kan bukan politisi yang harus bernegosiasi, kapasitas saya ya sekadar sebagai kekuatan moral. Maka terserah bagaimana maklumat itu ditafsirkan oleh penguasa. Yo mung kuwi, terserah le nafsirke (ya cuma itu, terserah penafsirannya-Red).
Sebelum itu, dalam suatu orasi kampus UGM dihadapan sekitar 40.000 mahasiswa, Sultan HB X juga sudah menyatakan dukungan pada gerakan reformasi. "Saya siap memimpin perjuangan yang panjang untuk reformasi ini bersama saudara-saudara di garda depan," katanya tegas.
Sebab, menurut Sultan HB X, apa yang dilakukan pemerintah saat ini dengan rencana membentuk Komite Reformasi, bagi pemerintah dan sekelompok orang memang dianggap cukup, tapi tidak cukup bagi rakyat.
Massa sejuta, tak ada korban
Ketika membacakan maklumat itu, Sultan HB X di dampingi Gubernur DIY Paku Alam VIII. Hadir dalam kesempatan ini permaisuri Sultan HB X, GKR Hemas bersama beberapa putrinya, Rektor UGM Prof Dr Ichlasul Amal, Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta Drs Kussumadmo MM, mantan Dirjen Kebudayaan Drs KGPH Poeger, keluarga Keraton dan Pakualaman Yogyakarta: GBPH Joyokusumo, GBPH Prabukusumo, KPH Wijoyokusumo, serta Mayor (Pol) Suyono mewakili Kapolda DIY, sejumlah besar seniman Yogyakarta, dan sejumlah tokoh mahasiswa yang tergabung dalam Forum Senat Mahasiswa Yogyakarta.
Massa rakyat yang hadir dan mengikuti acara ini, berjumlah sekitar satu juta orang, duduk berhimpitan dan berdiri berdesakan hening menyimak. Mereka ini bukan hanya pemuda atau mahasiswa, tetapi juga orang-orang yang tua dan sederhana, dari yang dengan tabah menempuh jalan yang padat, dan sabar menantikan pernyataan Sultan HB X.
Pagelaran dan Alun-alun Utara depan Keraton Yogyakarta penuh massa. Sebagian lagi—karena tak bisa masuk ke kedua tempat itu—berdesak-desakan di Jl Trikora, disambung A Yani, Malioboro, hingga P Mangkubumi sepanjang empat kilometer. Juga dipadati Jl KH Ahmad Dahlan, P Senopati, Brigjen Katamso, Mayor Suryotomo dan jalan-jalan kecil di sekitar Keraton Yogyakarta.
Mereka berdatangan sejak pagi hari ke Pagelaran Keraton dari 11 titik pemberangkatan yang sudah ditetapkan, dan kembali sore hari pulang dengan sama tertibnya di titik-titik itu pula. Kantor pemerintah, hotel, toko dan pusat pertokoan, pedagang kaki lima, penduduk kampung, gabungan pengusaha Pamitra Yogyakarta, berbagai organisasi kemasyarakatan, serta lembaga media massa, ikut mendukung acara ini dengan menyediakan makanan dan minuman untuk massa yang berjalan kaki ke arah satu titik, Keraton.
Widi Hasto W Putro, Ketua Panitia Penyelenggara Aksi Gerakan Rakyat Yogyakarta mengatakan suksesnya aksi reformasi damai di Yogyakarta, dibuktikan dengan tidak adanya kerusuhan dan mahasiswa yang terluka, setelah pihaknya mencek ke seluruh Tim Kesehatan dan berbagai rumah sakit yang mendukung aksi rakyat Yogyakarta ini. "Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ngarso Dalem (Sultan HB X-Red), karena selama ini setiap kami akan menghadap Sultan HB X selalu terhambat oleh aparat keamanan. Tapi kali ini justru Ngarso Dalem membuka diri menyediakan pagelaran dan alun-alun untuk melaksanakan aksi ini," katanya.
Hingga sekitar pukul 18.00, massa peserta aksi gerakan reformasi masih terus mengalir di beberapa penggal jalan untuk kembali ke tempat mereka masing-masing. Selain diwarnai dengan teriakan dan yel-yel perjuangan, sebagian massa mahasiswa dan masyarakat mempertunjukkan kepandaian mereka bermain musik dan menyanyi lagu-lagu perjuangan, serta performance di sepanjang jalan.
MAKLUMAT SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X DAN KGPAA PAKU ALAM VIII
Kami SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X dan K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII atas dasar tradisi kejuangan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang murni serta dengan berpegangan pada Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII tanggal 5 September 1945, menyatakan bahwa:
1. Kami mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh-sungguh memihak rakyat.
2. Kami mengajak seluruh ABRI dalam persatuan yang kuat untuk melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kemanunggalan ABRI dan Rakyat.
3. Kami mengajak semua lapisan dan golongan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan mencegah setiap tindakan anarkis yang melanggar moral Pancasila.
4. Kami menghimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk keselamatan Negara dan Bangsa.
Yogyakarta, Rabo Kliwon 20 Mei 1998, 23 Sura 1931KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT KADIPATEN PAKU ALAMAN
SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII