Kala itu, Pemerintah Myanmar mengatakan akan membentuk komisi guna mengkaji persoalan kartu putih. Pencabutan kartu tersebut, tuturnya, jelas membuat warga Rohingya resah.
"Masih tidak jelas, jenis kartu apa lagi yang akan diberikan. Namun, belum ada lagi sampai sekarang," ujar Shwe.
!break!
Kerusuhan
Menyusul gelombang kerusuhan, termasuk pada tahun 2012, yang menewaskan setidaknya 200 orang, mereka ditempatkan di kamp-kamp pengungsi dan tidak diizinkan bekerja di luar lingkungan tempat tinggalnya. Pemerintah beralasan, lokalisasi dilakukan untuk melindungi warga Rohingya dari amukan massa.
Tanpa kartu putih, mereka dikhawatirkan akan ditangkap dan dimasukkan ke penjara menjelang pemilihan umum Myanmar yang dijadwalkan akan digelar pada Oktober-November. Demikian penjelasan seorang pemuka masyarakat Rohingya.
"Bila mereka tetap di Myanmar, mereka akan dimasukkan ke penjara. Keselamatan jiwa mereka terancam, dan hak pilih mereka sudah dicabut," kata Mohammad Sadek, pengurus Komite Pengungsi Rohingya Arakan (RARC) di Malaysia kepada BBC Indonesia.
"Oleh sebab itu, warga etnis Rohingya menganggap, sekarang waktu yang tepat untuk menyelamatkan diri," kata Sadek.
Rohingya oleh Pemerintah Myanmar dianggap sebagai pendatang dari Banglades, meskipun mereka secara turun-temurun tinggal di Rakhine. Belakangan, sikap Myanmar melunak terhadap krisis pengungsi di Asia Tenggara, menyusul berbagai tekanan, termasuk tekanan diplomatik yang dilakukan Indonesia dan Malaysia.