Bagaimana Asupan Garam Mampu Memengaruhi Aliran Darah di Otak?

By Wawan Setiawan, Selasa, 16 November 2021 | 12:00 WIB
Para peneliti mengungkapkan informasi baru yang mengejutkan tentang hubungan antara aktivitas neuron dan aliran darah jauh di dalam otak, serta bagaimana otak dipengaruhi oleh konsumsi garam. (Shutterstock)

Nationalgeoraphic.co.id—Sebuah studi baru yang dipimpin oleh para peneliti di Georgia State mengungkapkan informasi baru yang mengejutkan tentang hubungan antara aktivitas neuron dan aliran darah jauh di dalam otak, serta bagaimana otak dipengaruhi oleh konsumsi garam.

Ketika neuron diaktifkan, biasanya menghasilkan peningkatan cepat aliran darah ke daerah tersebut. Hubungan ini dikenal sebagai kopling neurovaskular, atau hiperemia fungsional, dan terjadi melalui pelebaran pembuluh darah di otak yang disebut arteriol. Pencitraan sumber daya magnetik fungsional (fMRI) didasarkan pada konsep kopling neurovascular di mana para ahli mencari area aliran darah yang lemah untuk mendiagnosis gangguan otak.

Namun, penelitian sebelumnya tentang kopling neurovaskular terbatas pada area superfisial otak (seperti korteks serebral) dan sebagian besar ilmuwan telah meneliti bagaimana aliran darah berubah sebagai respons terhadap rangsangan sensorik yang berasal dari lingkungan (seperti rangsangan visual atau pendengaran). Sedikit yang diketahui tentang apakah prinsip yang sama berlaku juga untuk daerah otak yang lebih dalam yang selaras dengan rangsangan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai sinyal interoseptif.

Untuk mempelajari hubungan ini di daerah otak dalam, tim ilmuwan interdisipliner yang dipimpin oleh Dr. Javier Stern, profesor ilmu saraf di Negara Bagian Georgia dan direktur the university's Center for Neuroinflammation and Cardiometabolic Diseases, mengembangkan pendekatan baru yang menggabungkan teknik bedah dan neuroimaging mutakhir. Tim fokus pada hipotalamus, wilayah otak dalam yang terlibat dalam fungsi tubuh penting termasuk di antaranya minum, makan, pengaturan suhu tubuh, dan reproduksi.

Halaman berikutnya...

Hasil studi tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Cell Reports pada 02 November 2021 yang berjudul Inverse neurovascular coupling contributes to positive feedback excitation of vasopressin neurons during a systemic homeostatic challenge. Dalam studi itu para ilmuwan meneliti bagaimana aliran darah ke hipotalamus berubah sebagai respons terhadap asupan garam.

"Kami memilih garam karena tubuh perlu mengontrol kadar natrium dengan sangat tepat. Kami bahkan memiliki sel khusus yang mendeteksi berapa banyak garam dalam darah Anda. Ketika Anda menelan makanan asin, otak merasakannya dan mengaktifkan serangkaian mekanisme kompensasi untuk menurunkan kadar natrium kembali." tutur Stern, seperti yang dilaporkan Tech Explorist.

Tubuh melakukan ini sebagian dengan mengaktifkan neuron yang memicu pelepasan vasopresin, hormon antidiuretik yang memainkan peran kunci dalam mempertahankan konsentrasi garam yang tepat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah mengamati hubungan positif antara aktivitas neuron dan peningkatan aliran darah, para peneliti menemukan penurunan aliran darah saat neuron menjadi aktif di hipotalamus.

Baca Juga: Temuan Mumi Manusia Garam Asal Iran Kuno dari Tambang Chehrabad

Dalam studi itu para ilmuwan meneliti bagaimana aliran darah ke hipotalamus berubah sebagai respons terhadap asupan garam. (Georgia State University)

"Temuan ini mengejutkan kami karena kami melihat vasokonstriksi, yang merupakan kebalikan dari apa yang digambarkan kebanyakan orang di korteks sebagai respons terhadap stimulus sensorik. Penurunan aliran darah biasanya diamati di korteks dalam kasus penyakit seperti Alzheimer atau setelah stroke atau iskemia." kata Stern.

Tim menjuluki fenomena tersebut sebagai "inverse neurovascular coupling", atau penurunan aliran darah yang menghasilkan hipoksia. Mereka juga mengamati perbedaan lain yaitu di korteks, respons vaskular terhadap rangsangan sangat terlokalisasi dan pelebaran terjadi dengan cepat. Sedangkan di hipotalamus, responsnya menyebar dan berlangsung perlahan, dalam jangka waktu yang lama.

"Ketika kita makan banyak garam, kadar natrium kita tetap tinggi untuk waktu yang lama. Kami percaya hipoksia adalah mekanisme yang memperkuat kemampuan neuron untuk merespons stimulasi garam yang berkelanjutan, memungkinkan mereka untuk tetap aktif dalam waktu yang lama."

Baca Juga: Pendekatan Baru untuk Mengurangi Garam, Namun Tetap Pertahankan Rasa

Ilustrasi neuron otak. (Shutterstock)

Temuan ini menimbulkan pertanyaan menarik tentang bagaimana hipertensi dapat memengaruhi otak. Antara 50 dan 60 persen hipertensi diyakini bergantung pada garam yaitu dipicu oleh konsumsi garam berlebih. Tim peneliti berencana untuk mempelajari mekanisme kopling neurovaskular terbalik ini pada model hewan untuk menentukan apakah itu berkontribusi pada patologi hipertensi yang bergantung pada garam atau tidak. Selain itu, mereka berharap dapat menggunakan pendekatan mereka dalam mempelajari daerah dan penyakit otak lainnya, termasuk obesitas, depresi, dan kondisi neurodegeneratif.

"Jika Anda secara kronis menelan banyak garam, Anda akan mengalami hiperaktivasi neuron vasopresin. Mekanisme ini kemudian dapat menyebabkan hipoksia berlebihan, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan di otak," kata Stern.

"Jika kita dapat lebih memahami proses ini, kita dapat merancang target baru untuk menghentikan aktivasi yang bergantung pada hipoksia ini dan mungkin meningkatkan hasil orang dengan tekanan darah tinggi yang bergantung pada garam." pungkasnya.

Dengan adanya temuan ini, maka diharapkan kepada semua orang untuk dapat lebih mengontrol lagi asupan garam mereka. Sebab, risikonya mungkin bukan hanya dialami oleh penderita hipertensi saja, melainkan juga pada otak.

Penelitian ini didukung oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke.

Baca Juga: Garam Disebut-sebut Sebagai Penyebab Tekanan Darah Tinggi, Benarkah?