Tradisi Bubur Lambuk Saat Berbuka Puasa di Kuala Lumpur

By , Senin, 22 Juni 2015 | 18:00 WIB

Setiap negara memiliki tradisi Ramadan yang berbeda, mulai dari penganan yang disajikan sampai acara seputar Ramadan. Di Malaysia salah satu yang menjadi tradisi setiap Ramadan adalah mengonsumsi bubur lambuk.

Aroma rempah dan bawang bercampur merebak di dalam dapur Masjid Jameek Kampung Baru, Kuala Lumpur, Malaysia.

Tujuh juru masak tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang menggoreng bawang merah dan putih, mencuci puluhan kilo beras, sampai menyiapkan rempah-rempah untuk memasak bubur lambuk dalam skala besar. Maklum, orang yang menyantap penganan itu juga mencapai ribuan.

Tradisi memasak dan membagikan bubur lambuk di Masjid Jamek Kampung Bharu ini sudah berlangsung sejak era 1950-an melalui racikan juru masak Said Banks, yang kemudian diturunkan sampai empat generasi.

Zaenal bin Abdullah Hamid yang merupakan ketua juru masak Masjid Jamek Kuala Lumpur mengatakan resep bubur lambuk khas Masjid Kampung Bharu ini diteruskan secara turun temurun.

"Saya pun dulu pekerjaannya mencuci beras untuk bubur tetapi kemudian diajari memasak dan diberi resep bubur lambuk ini," jelas Zaenal.

Menurut Zaenal, beragam jenis rempah-rempah mulai dari kayu manis, kapulaga, jintan, merupakan bumbu utama bagi bubur menimbulkan rasa yang hangat.

Bubur ini dimasak sejak pukul 08.00 dan akan dibagikan menjelang berbuka puasa.

Selain dibagikan secara gratis, bagi mereka yang ingin mencicipinya dapat membeli bubur lambuk yang dijual para pedagang di sepanjang jalanan di sekitar masjid. (Sri Lestari/BBC Indonesia)

Pedagang untung

Tradisi mengonsumsi bubur lambuk saat buka puasa mendatangkan keuntungan bagi para pedagang.

Selain dibagikan secara gratis, bagi mereka yang ingin mencicipinya dapat membeli bubur lambuk yang dijual para pedagang di sepanjang jalanan di sekitar masjid.

Para pedagang ini pun memasak di pinggir jalan dengan menggunakan panci berukuran besar sejak pagi hari.

Salah satunya adalah Mulyadi yang telah bekerja di warung bubur lambuk selama 20 tahun.

"Kami memasak setiap hari lebih dari 1.000 porsi, satu panci ini bisa memasak sekitar 250 bungkus bubur ," jelas Zainal.

Sementara itu, Anwar, pedagang lainnya, mengatakan pada awal bulan Ramadan permintaan bubur lambuk sangat tinggi, tetapi kemudian menurun pada pekan berikutnya.

"Ya ramai sekali minggu pertama, kedua, ketika mulai menurun dan keempat mulai sepi, jadi ya jumlah bubur juga kami sesuaikan," jelas Anwar.

Di sepanjang jalan kawasan Kampung Bharu tampak lebih 15 kios yang menjual bubur lambuk. Antrean kendaraan pembeli sering kali tampak sejak pukul 15.00. Salah satunya Abdul Khalil, yang membeli empat bungkus untuk cucunya.

"Ya saya membeli untuk cucu-cucu, nanti kalau tak beli mereka tanya: 'Atuk mana bubur lambuknya?' Sudah jadi tradisi tiap Ramadan kami makan bubur ini," jelas Abdul Khalil.