Dari Telur Penyu Hingga Berebut Minyak

By , Senin, 29 Juni 2015 | 15:20 WIB

Tak dapat dipungkiri,salah satu persoalan yang sering terjadi antar negara adalah masalah persengketaan perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini,terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negra-negara tetangga.Indonesia adalah negara kepulauan berwawasan Nusantara,sehingga batas – batas wilayah laut yang Indonesia miliki harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea), 82 HUKLA (Hukum Laut) yang kemudian diratifikasi dengan UU No.17 Tahun 1985.

 Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga yang harus mendapatkan perhatian khusus. Salah satu negara yang terlibat sengketa perbatasan dengan Indonesia adalah Malaysia.

Persengketaan antara Indonesia dan Malaysia sebenarnya sudah berlangsung lama sejak 1969 ketika Malaysia mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai daerah yang dimiliki Malaysia, namun Indonesia menolak klaim tersebut.Masalah ini lalu diserahkan ke Mahkamah Internasional pada 1997,lalu pada 2002 digelar sebuah sidang yang membahas Pulau Sipadan-Pulau Ligitan oleh Mahkamah Internasional. Hasil akhir sidang menyatakan bahwa Indonesia kalah dengan suara 1:16.Keputusan ini memberikan kedaulatan Malaysia atas Pulau Sipadan-Pulau Ligitan oleh Mahkamah Internasional dengan pertimbangan argumentasi Malaysia yang menyangkut Inggris dengan pernyataan seperti berikut :

  1. Inggris melakukan tindakan administratif berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa Burung di kedua pulau 
  2. Penerapan pajak atas pengumpulan telur oleh Inggris sejak tahun 1930-an
  3. Operasi Mercusuar yang Malaysia lakukan sejak tahun 1960-an

Selain itu yang menjadi pertimbangan oleh Mahkamah Internasional adalah penolakan argumentasi Indonesia sebagai berikut :

  1. Konvensi tahun 1891 hanya mengatur perbatasan dari kedua negara di Kalimantan
  2. Garis parallel 4 menit 10 detik Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik panta Timur Pulau Sebatik sesuai ketentuan hokum laut Internasional pada waktu itu Pulau Sipadan dan Pualau Ligitan berada  tepat 118 derajat 37,5 menit Bujur Timur dan 8,8 menit.

Gilbert Guillane selaku presiden Mahkamah Internasional pada saat itu,menyatakan bahwa keputusan sidang adalah final dan tidak ada banding.

Salah satu sengketa antara Indonesia dengan Malaysia yang lainya adalah klaim Malaysia atas blok laut bernama Ambalat yang memiliki luas mencakup 15.235 kilometer persegi dan terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia.Blok ini diberi nama oleh Malaysia dengan sebutan Blok Y dan Z atau Blok ND6 dan ND7,sementara di sisi lain Indonesia memberi nama blok tersebut dengan sebutan Blok Ambalat dan Ambalat Timur.

Blok Ambalat mengandung sumber daya migas yang terletak di perbatasan antara Sabah-Malaysia dan Kalimantan Timur-Indonesia.Malaysia dan Indonesia masing - masing memiliki perbedaan persepsi mengenai batas teritorialnya masing-masing. Malaysia dengan Peta yang dikeluarkan oleh pemerintah mereka pada 1979 memasukan Blok Ambalat sebagai wilayahnya secara sepihak dengan koordinat ND 6 dan ND 7. Sedangkan menurut Indonesia, Ambalat masuk wilayah Indonesia berdasarkan batasan yang diberikan dalam Bab 4 Konvensi Hukum Laut 1982 mengenai negara kepulauan, yang mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan yang berhak menarik sejauh 200 mil dari pulau terluar.

Potensi kekayaan sumber daya migas Blok Ambalat sangat menjanjikan bagi pihak yang memilikinya. Menurut ahli geologi dari lembaga konsultan Exploration Think Tank Indonesia, Andang Bachtiar, Ambalat menyimpan cadangan potensial yaitu 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas dari satu titik tambang saja sedangkan ada 9 titik tambang. Bahkan seorang pakar perminyakan bernama Kurtubi,menaksir potensi pemasukan negara dari minyak Ambalat bisa mencapai US$ 40 miliar.

Indonesia yang mendengar kabar ini lalu menolak klaim tersebut dengan alasan bahwa klaim yang dikeluarkan oleh Malaysia bertentangan dengan hukum internasional.Lalu bila dilihat dari sisi historis,pada saat Kerajaan Sriwijaya dibawah kepemimpinan Syailendra,wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi Sumatera,Jawa Tengah, Jawa Barat,Kalimantan termasuk Brunei Darussalam,Singapura,Filipina hingga wilayah Malaysia dan tak terkecuali Blok Ambalat.

Blok Ambalat kemudian lepas dari kerajaan Sriwijaya dan jatuh ke tangan Kerajaan Singosari dengan rajanya Prabu Kertanegara.Kerajaan Singosari lalu runtuh dan dihancurkan akibat diserang Raja Kediri yang bernama Prabu Kertajaya pada pertengahan abad ke- l2.Akibat dari serangan ini membuat Blok Ambalat menjadi daerah tak bertuan.

Baru pada abad ke-13, Ambalat dikuasai oleh Majapahit setelah Kerajaan Kediri runtuh. Kemudian setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke-14, blok Ambalat pindah ke dalam wilayah Kerajaan Ternate.

Baru pada abad ke 13,setelah Kerajaan Kediri runtuh blok Ambalat masuk ke wilayah Kerajaan Majapahit. Kemudian setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1400,blok Ambalat pindah ke dalam wilayah Kerajaan Ternate.

Belanda yang kemudian berhasil mengalahkan Ternate pada abad ke-18,otomatis memiliki Blok Ambalat sebagai daerah kekuasaanya.Namun tak lama setelah mengalahkan Ternate, Belanda kalah perang dengan Inggris, sehingga harus merelakan wilayah – wilayah yang mereka kuasai tak terkecuali Blok Ambalat. Tapi kekuasaan itu akhirnya diserahkan kembali ke tangan Belanda setelah melakukan perundingan mengengai pembagian kekuasaan antara tiga bangsa, yaitu Spanyol, Inggris dan Belanda.

Dari hasil perundingan tersebut, Belanda mendapatkan seluruh wilayah Indonesia termasuk blok Ambalat,Inggris mendapatkan Malaysia,Singapura dan Brunei Darussalam.Sementara Spanyol mendapatkan Filipina dan Mindanau.

Setelah Jepang masuk dan mengalahkan Belanda di Indonesia,Blok Ambalat masuk ke dalam wilayah kekuasaan Jepang.Namun setelah Indonesia merdeka,Blok Ambalat masuk dikembalikan kepada Indonesia.Hal ini merupakan hasil dari perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag pada tahun 1949.Salah satu isi dari KMB menyatakan bahwa batas wilayah kekuasaan Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda.Dengan demikian posisi blok Ambalat dianggap masuk kembali sebagai wilayah milik Indonesia.

Indonesia dan Malaysia sejatinya ingin menyelesaikan persengketaan ini dengan cara diplomasi secara bilateral. Namun belum ada penyelesaian secara konkret mengenai konflik tersebut.Jika dilihat hal ini terjadi karena belum adanya tradisi melembaga untuk memecahkan kasus-kasus mengenai konflik batas kelautan secara regional di Asia Tenggara.

Hingga saat ini, hal yang dilakukan untuk mengatasi persengketaan ini hanya sebatas melalui mekanisme bilateral yang kemudian berujung pada Mahkamah Internasional.Mengingat kasus Sipadan – Ligitan, DPR setuju bahwa Indonesia harus mengambil langkah yang lebih tegas dalam menangani kasus Blok Ambalat ini agar tidak lagi ada wilayah yang berhasil diambil Malaysia.