Mengulik Kehidupan Orang Romawi Kuno Lewat Penggunaan Jamban

By Sysilia Tanhati, Rabu, 17 November 2021 | 08:00 WIB
Jamban Romawi kuno di Ostia Antica, sebuah situs arkeologi di barat daya Roma. (Fubar Obfusco)

Nationalgeographic.co.id—Seorang antropolog di Universitas Brandeis, Ann Olga Koloski-Ostrow, menghabiskan sebagian besar waktunya di selokan Romawi kuno. Apa yang ia lakukan di sana selama 25 tahun?

“Ada banyak hal soal budaya yang dapat digali ketika Anda melihat bagaimana mereka mengelola jamban,” kata Koloski-Ostrow.

Pengetahuan soal feses, pispot, kebiasaan menyeka pantat, hama selokan, dan topik lain tidak menggugah selera dapat membentuk pandangan tentang kebiasaan orang Romawi. Seperti bagaimana mereka membuang sampah, menjaga kebersihan dan menggunakan jamban.

Toilet atau jamban biasanya dibangun di atas lubang pembuangan, dalam bahasa latin disebut latrina. Latrina ini merupakan jamban pribadi yang berada di dalam rumah.

Selain jamban pribadi, ada juga jamban umum yang disebut foricae. Foricae dapat ditemukan menempel pada pemandian umum, di mana airnya digunakan untuk menyiram kotoran.

Halaman berikutnya...

Luasnya wilayah Kekaisaran Romawi membuat penggunaan jamban bervariasi secara geografis dan waktu. Namun, secara umum, orang Romawi lebih santai jika dibandingkan dengan orang modern. Mereka dapat merasa nyaman ketika harus duduk di jamban yang berjejer bersama dengan orang lain.  

Menurut Koloski-Ostrow, pakaian yang dikenakan akan memberikan perlindungan dan privasi ketika harus menggunakan jamban bersama dengan orang lain. Mereka hanya perlu berhati-hati agar pakaian yang dikenakan tidak terkena kotoran.

Lalu bagaimana orang Romawi kuno menyeka bokong setelah selesai menggunakan jamban? Itulah kegunaan selokan dangkal yang berada di bawah jamban. Orang Romawi membersihkan bokong dengan spons laut yang menempel pada tongkat. Selokan menyediakan air bersih yang mengalir untuk mencelupkan spons. Spons bertongkat ini disebut tersorium, yang secara harfiah berarti "alat untuk menyeka".

Baca Juga: Ruangan Para Budak Romawi Ditemukan di Pompeii, Kondisinya Luar Biasa

Tersorium, spons pada tongkat yang digunakan untuk menyeka bokong. Spons ini mungkin digunakan oleh banyak orang dan menjadi sumber penularan penyakit. (D. Herdemerten )

Orang Romawi menikmati kenyamanan saat melakukan aktivitas jamban ini. Tetapi apakah mereka mencuci tangan setelah itu adalah cerita lain. Mereka mungkin mencelupkan tangan ke dalam bejana di dalam jamban, tapi mungkin juga tidak. Lebih buruk lagi, tersorium mungkin digunakan berkali-kali oleh orang yang berbeda sepanjang hari.

Jadi, jika salah satu pengunjung jamban umum ini menderita cacingan, bukan tidak mungkin orang lain pun akan memiliki penyakit yang sama. Tanpa pengetahuan tentang bagaimana penyakit menyebar, pengaturan jamban Romawi hampir tidak bisa disebut higienis menurut standar modern.

Meskipun orang Romawi terlihat maju untuk peradaban kuno, jamban digunakan untuk umum ini jauh dari kesan glamor. Kursi marmer putih yang berkilau di bawah sinar matahari mungkin terlihat bersih sekarang, tetapi itu tidak terjadi ketika fasilitas ini digunakan.

Baca Juga: Memetakan Jalan Romawi yang Menjadi Pepatah 'Banyak Jalan Menuju Roma'

Foricae memiliki atap rendah dan jendela kecil yang membuat sedikit cahaya masuk. Namun terkadang orang melewatkan lubang karena tidak terlihat, sehingga lantai dan kursi jamban pun menjadi kotor. Dapat dibayangkan bagaimana aroma jamban umum jika tidak ada yang membersihkannya. Menurut Koloski-Ostrow, fasilitas itu sangat tidak ramah pengguna sehingga elit kekaisaran hanya menggunakannya bila benar-benar terpaksa.

Orang Romawi kelas atas biasanya menjadi sponsor pembangunan foricae, tetapi mereka tidak akan menginjakkan kaki di tempat-tempat ini. Foricae dibangun untuk orang miskin dan budak. Bukan karena prihatin, tetapi untuk menghindari berjalan di antara tumpukan kotoran di jalan umum.

Sama seperti peradaban lain, orang Romawi menghadapi masalah: apa yang harus dilakukan dengan kotoran manusia? Elit Romawi memandang foricae sebagai sarana untuk "menyembunyikan" kotoran kelompok kelas bawah dari pandangan mulia mereka. Di pemandian Romawi, merupakan praktik umum untuk menuliskan nama dermawan yang menjadi sponsor pembangunan fasilitas tersebut. Tetapi praktik ini tidak ditemukan di dinding foricae. “Sepertinya tidak ada seorang pun di Roma yang ingin dikaitkan dengan jamban,” kata Koloski-Ostrow.

Yang terburuk dari jamban umum ini adalah selokan di bawahnya yang rumah nyaman bagi hama. “Tikus, ular, dan laba-laba akan muncul dari bawah,” Koloski-Ostrow menjelaskan. Selain itu, limbah yang membusuk juga dapat menghasilkan metana. Dapat dibayangkan ketika Anda sedang duduk nyaman menggunakan jamban dan api menyala di bawah akibat metana tersebut.

Halaman berikutnya...

Baca Juga: Terungkap, Begini Penampakan Lapak Kaki Lima 2.000 Tahun Lalu

Jamban umum Romawi ini hanya dipergunakan oleh kaum pria saja. Jika anda menemukan seorang budak wanita di sana, itu pasti karena ia benar-benar terpaksa dan mengabaikan kemungkinan diperkosa.  

Di vilanya yang nyaman, golongan kaya memiliki jamban pribadi yang dibangun di atas tangki septik. Sebagian dari mereka bahkan lebih menyukai pispot nyaman dan tidak berbau, yang harus dikosongkan oleh para budak. Tangki septik tidak dihubungkan ke pipa saluran pembuangan karena dapat membawa hama dan menimbulkan bau di sekitar rumah. Sebaliknya, mereka menyewa stercorraii—penghilang kotoran—untuk mengosongkan lubang kotoran. “

Selokan Romawi yang terkenal adalah kisah lain dari kemajuan bangsa Romawi. Di puncak kekuasaannya, Roma harus membersihkan kotoran sekitar satu juta orang. Rata-rata orang dewasa menghasilkan sekitar setengah kilogram kotoran sehari. Tumpukan 500 ton kotoran manusia ini tentu menjadi masalah besar. Meski petani dapat menggunakannya sebagai pupuk tetapi jumlahnya melebihi dari yang dibutuhkan. Para pejabat pun tidak dapat mendaur ulangnya dengan cukup cepat. Untuk membuang kotoran sebanyak itu keluar kota setiap hari, dibutuhkan sistem yang masif.

Baca Juga: Penemuan Kalung Budak Romawi 'Pegang Aku Atau Aku Akan Lari!'

Bangsa Romawi melakukan segalanya dalam skala besar—termasuk menghilangkan kotoran. Tentara Romawi membangun saluran pembuangan terbesar ‘Cloaca Massima’. Cloaca Massima memindahkan jutaan galon kotoran setiap hari.

Saluran pembuangan mengatasi beberapa masalah seperti kelebihan air dari kota, membuang kotoran dan semua yang tidak diinginkan ke Sungai Tiber. Termasuk mengalirkan air dari rawa-rawa dan lembah sungai di sekitarnya untuk mencegah banjir.

Plinius yang Tua bahkan menulis bahwa saluran air tersebut mampu menahan murka alam dan berdiri kokoh selama berabad-abad. Outlet tiga lengkung dari Cloaca Massima masih berdiri sampai sekarang.

Cloaca Massima memecahkan masalah pembuangan limbah Roma, tetapi tidak menyelesaikan masalah kesehatan kota. Kotoran yang dialirkan ke Sungai Tiber mencemari air yang digunakan untuk irigasi, mandi dan minum. Jadi meski tidak terlihat dan tercium, kotoran tersebut tetap mendatangkan bahaya bagi kesehatan.

Bahkan hingga kini, ketika orang berkonsentrasi di kota-kota, sampah dalam berbagai bentuk masih menjadi masalah pelik yang tidak terselesaikan.

Baca Juga: Mengunjungi 'Kota Maksiat' Zaman Romawi yang Kini Didalam Laut