"Biasanya, alap-alap bersarang di tebing, karang dan pertambangan, sehingga mereka mendapatkan pandangan yang jelas terhadap kemungkinan mangsa dan juga aman bagi anak-anak burung dari serangan pemangsa.
Gedung tinggi seperti layaknya tebing, memudahkan alap-alap dalam melihat dari atas serta adanya tempat rata untuk bersarang.
"Semakin banyak orang menaruh kotak dan baki sarang di gedung, sehingga mendorongnya untuk bersarang."
Banyaknya mangsa yang tersedia - terutama burung dara - yang diduga menjadi alasan utama peningkatan alap-alap di kota.
Burung dara adalah bagian terbesar makanan burung kota.
Tetapi alap-alap tercatat memiliki makanan yang ternyata cukup bervariasi.
Ahli biologi Nick Dixon telah meneliti alap-alap kawah yang tinggal di atas Gereja St Michaels & All Angels, Exeter selama 18 tahun.
Untuk mencatat makanan mereka, dia mengumpulkan sisa-sisa mangsa - bulu, tulang, kaki dan paruh - dari binatang yang unggas tersebut makan dan buang.
Lebih 100 spesies burung didapat - mulai dari burung dara kayu, camar, burung hantu dan bebek kecil sampai ke burung layang-layang, pekakak dan puyuh.
Sebagian mangsa terlihat di daerah setempat, sementara yang lainnya didapat saat berpindah.
Tetapi terdapat satu mangsa yang mengejutkan.
Bagian tubuh binatang yang baru saja dikumpulkan berupa sebuah "kaki hitam" dengan "ganggang menempel", kata Dixon.