Berakhirnya perang menjadi harapan bagi Wiesenthal dan istrinya untuk awalan baru, mereka kemudian dikaruniai seorang putri berama Paulinka. Namun apa yang telah Wiesenthal lalui bukanlah sesuatu yang dengan mudah dapat dilupakan, ia menginginkan ditegakanya keadilan.
Sehingga ia kemudian telah menyiapkan sebuah daftar mereka – mereka yang dianggapi sebagai penjahat perang, terutama dari pihak Nazi yang menindas orang Yahudi. Ia ingin mencari dan mengadili mereka.
Awalnya ia ikut sebuah lembaga buatan sekutu untuk mengadili para penjahat perang, ratusan nama yang sebagian besar merupakan para sipir, komandan, dan polisi rahasia milik Nazi yang ia anggap bertanggung jawab dalam tewasnya sekian banyak orang Yahudi.
Namun seiring berjalanya waktu keterlibatan pihak sekutu dalam perburuan para penjahat perang semakin berkurang. Sehingga Wiesenthal memutuskan untuk mengikuti sebuah lembaga milik bangsa Israel yang kuat keinginanya dalam perburuan penjahat perang ini, mengingat Israel sendiri merupakan bangsa yang menganut paham Yahudi.
Dengan bantuanya, banyak penjahat perang yang berhasil diadaili, dan beberapa dari mereka ada orang – orang seperti Adolf Eichmann yang memprakarsai proyek pembantaian Nazi yang disebut sebagai “Solusi Terakhir” dimana ia berencana untuk senjata pemusnah massal untuk mengakhiri nyawa para umat Yahudi.
Lalu juga ada Hermine Braunsteiner, seorang wanita sadis yang bekerja sebagai seorang penjaga di kamp konsentrasi milik Nazi. Ia dikenal begitu kejam dan suka menyiksa para tawanan dengan cara menendang mereka hingga meninggal.
Dengan bantuan seorang Rabbi bernama Marvin Hier dan sumbangan dana dari beberapa pihak, pada 1977 mendirikan sebuah lembaga bernama Wiesenthal Wiesenthal Center di Los Angeles. Lembaga ini memiliki tujuan untuk melakukan perburuan terhadap para penjahat perang Nazi dan kemudian membawa merea ke pengadilan. Namun sekarang lembaga ini lebih mengarah untuk mengenan mereka – mereka yang menjadi korban holocaust, edukasi, dan perlawanan terhadap semitisme.
Dari lembaga inilah dibentuklah Museum Of Tolerance, museum yang ini memiliki tujuan edukasi untuk berbagai kalangan umur, diharapkan dengan berdirinya museum ini toleransi antar umat beragama meningkat.
Selain itu juga dibentuk sebuah produksi film bernama Moriah Films, dari produksi film ini berhasil diciptakan berbagai dokumenter pemenang Academy Awards seperti Genocide dan The Long Way Home, sebagian besar film yang dibuat membahas masalah mengenai pembantaian orang Yahudi dan mengenang mereka – mereka yang menjadi korban
Wiesenthal sendiri juga berhasil dinominasikan sebagai peraih Nobel Perdamaian pada 1985 namun penghargaan itu berakhir dengan diserahkan kepada seorang aktivis Yahudi bernama Elie Wiesel.
Ia terus menjalani pekerjaanya sebagai seorang “pemburu Nazi” hingga pada 2001, ketika ia mengirim Julius Viel, seorang anggota Waffen SS (pasukan elit milik Nazi), yang didakwa membunuh tujuh orang tahanan Yahudi pada masa perang.
Ia kemudian menjalani masa tuanya hingga meninggal pada 2005. Ia meninggal pada usia 95 tahun dan dimakamkan di kediamanya berada di Austria. Untuk menghormati jasanya dibuatlah sebuah perangko dengan foto dirinya.