Tikus kecil dikenal sebagai hewan yang cepat berkembang biak. Bahkan, kerap menjadi sebuah gurauan, bahwa jika dua ekor tikus ditempatkan dalam kandang jumlah mereka bakal berkembang hingga lusinan ekor.
Untuk membuktikan benar-tidaknya gurauan itu, sejumlah peneliti melakoni sebuah uji coba.
Mereka memilih dua tikus kecil, yang juga dikenal dengan nama mencit, satu jantan dan satu betina. Keduanya kemudian ditaruh di sebuah pulau yang tidak ada satu ekor tikus pun hidup di sana.
Selain demi mengetahui apakah kedua tikus itu dapat menciptakan sebuah populasi di pulau, para peneliti hendak mengetahui secara obyektif berapa lama sesungguhnya waktu yang dibutuhkan oleh spesies hewan pengerat ini untuk mendominasi sebuah pulau asing.
Luar biasanya, kedua tikus percobaan ini tidak hanya membangun rumah dan sebuah keluarga. Mereka berkembang sangat cepat sehingga keturunan mereka menguasai seluruh pulau hanya dalam waktu lima bulan.
Spesies yang sering disebut sebagai penganggu atau hama ini merupakan masalah besar dalam konservasi. Tikus-tikus dapat menjadi spesies asing yang memangsa spesies lokal, serta mengancam keberlangsungan hidup mereka, atau bahkan mengubah ekologi lingkungan yang asli.
Dalam kasus yang ekstrem, hama ini biasanya dibawa tak sengaja melalui aktivitas manusia, dan menyebabkan spesies asli menuju kepunahan.
Aliansi konservasi global BirdLife International mencontohkan dalam 500 tahun terakhir, spesies seperti tikus besar, kucing dan tikus kecil menyebabkan lebih dari 70 spesies burung hampir punah.
Kondisi ini berlanjut sampai saat ini. Pada Januari lalu, ahli biologi alam liar memulai tahapan lanjutan program pemberantaran tikus - yang disebut sebagai terbesar dalam sejarah - di pulau terpencil South Georgia di bagian selatan Atlantik.
Di sana, tikus-tikus besar yang masuk ke pulau itu telah memusnahkan hampir 90% burung-burung laut, termasuk elang laut sang pengembara dan burung laut jenis Wilson's storm petrel. Tikus-tikus besar itu menyerbu sarang untuk memburu telur dan anak-anak burung.
Sebelumnya para ahli hanya mempelajari dan memperkirakan dampak dari invansi hewan pengerat asing ini, dengan merekonstruksi bukti-bukti yang mereka temukan.
!break!Tetapi, saat ini sebuah tim peneliti yang berbasis di Selandia Baru ini telah melakukan pendekatan yang berbeda. Helen Nathan dari Universitas Auckland dan rekan-rekannya secara sengaja menempatkan tikus-tikus kecil ke dalam sebuah pulau untuk mengetahui apa yang akan terjadi.
Para peneliti memilih Pulau Saddle (Te Haupa) yang terletak sekitar 950 meter dari lepas pantai Selandia Baru. Pulau seluas enam hektar ini memiliki pantai berpasir, bukit pasir dan batu karang, serta hutan yang luas tetapi tidak memiliki sumber air bersih yang permanen.
Pulau ini sebelumnya menjadi daerah koloni oleh dua populasi hewan pengerat asing.