Dalam jurnal Population Ecology, para ahli menyebutkan tikus-tikus besar menjadi penghuni pulau ini sampai kemudian diberantas secara besar-besaran melalui operasi pemberian racun pada 1989.
Tak lama setelah operasi pemberantasan tikus-tikus besar dilakukan, para ahli menemukan tikus-tikus kecil hidup di dalam pulau. Setelah melakukan studi terhadap populasi baru ini selama delapan bulan, para ahli sains kemudian memberantasnya.
Dua tikus kecil baru kemudian dikenalkan ke sebuah lingkungan masih asli.
Selama beberapa bulan, para ahli memasang jebakan untuk memantau pertumbuhan populasi. Hanya dalam waktu lima bulan, tikus-tikus kecil tersebut telah mencapai tahapan yang disebut para ahli sebagai kapasitas musiman. yaitu jumlah maksimum hewan yang dapat bertahan di lingkungan dengan sumber daya yang tersedia.
Di Selandia Baru, tikus akan menjadi matang secara seksual pada usia sekitar enam sampai delapan pekan. Setiap beranak mereka akan menghasilkan rata-rata enam bayi tikus, dan tikus dapat melahirkan anak baru setiap 20 sampai 30 hari.
Tikus kecil dewasa dapat hidup sampai 18 bulan di alam liar.
Setelah dua bulan, dua tikus kecil di pulau menjadi 14 ekor. Setelah lima bulan, 68 bulan tikus telah hidup di sana.
Satu hal yang membuat pencapaian luar biasa ini adalah tikus jantan dewasa dilepaskan di bagian selatan pulau, sementara betina di ujung selatan pulau dengan jarak terpisah 400 meter.
Jadi pertama mereka harus bertemu satu sama lain sebelum dapat berkembang biak.
Sebuah analisis dari gen hewan pengerat menemukan bahwa betina berkontribusi besar terhadap ledakan populasi, menghasilkan 14 tikus jantan dan keturunan betina yang menghasilkan keturunan.
Jadi sebagian besar tikus kecil kawin dengan yang satu gen dengannya, seperti betina yang kawin dengan anak-anaknya. Tetapi studi menungkapkan sangat sulit untuk membuat pulau-pulau bebas dari pendudukan hewan pengerat.
Hasil studi genetik menunjukkan bahwa tidak semua tikus yang ada merupakan keturunan dari jantan dan betina yang pertama kali datang.
Beberapa di antaranya tampak seperti keturunan dari seekor betina ketiga yang tiba di pulau secara terpisah selama penelitian dilakukan.
Tikus merupakan bintanag yang tidak mahir berenang. Tetapi Pulau Saddle merupakan tempat yang populer untuk piknik atau memancing.
“Kami memperkirakan tampaknya tikus itu tanpa sengaja sampai di pulau dengan salah satu kapal,” tulis salah satu peneliti.
Selain menunjukkan bagaimana cepatnya ledakan populasi tikus terjadi , penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya menghentikan invasi spesies asing sejak awal, sebelum mereka menguasai suatu tempat.
Setelah uji coba berhasil disimpulkan, tikus-tikus itu kemudian diberantas dari pulau, menurut pentunjuk etik yang telah disepakati, dan mengembalikan lokasi tersebut seperti aslinya.