Situs Pulau Ampat, Peradaban Besi yang Tenggelam di Dasar Danau Matano

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 24 November 2021 | 10:00 WIB
Anak tombak yang ditemukan tim peneliti arkeologi di Danau Matano. Kawasan ini pernah menjadi penghasil besi dan nikel nan masyhur pada abad pertengahan. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Nationalgeographic.co.id—Sulawesi dengan namanya yang berarti 'pulau besi', memang dikenal dengan hasil produksi besinya sejak lama di Nusantara. Berdasarkan naskah Majapahit abad ke-14 Nagarakertagama, kawasan Luwu, diduga merupakan penghasil besi yang diekspor ke Jawa karena kualitasnya yang tinggi.

Baru-baru ini, para arkeolog melaporkan situs besi kuno yang hilang sejak abad kedelapan. Situs itu berada di Pulau Ampat sekitar Danau Matano, Sulawesi SelatanShinatria Adhityatama dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang kini peneliti di Griffith Centre for Social and Cultural Research, bersama tim mempublikasikannya di jurnal Archaeological Research in Asia, Jumat (19/11/2021).

"Penelitian yang dilakukan pada 2016 dan 2018 oleh Pusat Penelitian Penelitian Arkeologi Nasional Indonesia mengkonfirmasi bukti yang dilaporkan sebelumnya bahwa sumber utama Pamor Luwu adalah bijih peleburan dari lingkungan Danau Matano," tulis Shinatria dan tim.

"Melengkapi sisa-sisa produksi besi di situs permukaan tanah, kami menemukan buktinya di situs bawah air bernama Pulau Ampat. Penelitian ini merupakan penelitian arkeologi bawah air pertama tentang prouksi besi di Asia."

Mereka menulis, zaman besi di Indonesia—khususnya Sulawesi—mirip ddengan ke zaman perunggu dan emas, yang oleh kalangan para ilmuwan menyebutnya sebagai Zaman Perunggu-Besi, Periode Paleometalik, atau Zaman Logam Awal. Kondisi seperti ini membuatnya berbeda dengan di Eurasia yang mana Zaman Perunggu ada berabad-abad sebelum Zaman Besi.

Diperkirakan Zaman Logam Awal di Nusantara ada sejak 600-500 SM, atau lebih lambat dari yang ada di Eurasia. Sebab ada banyak bukti di situs lain seperti di Bali, yang menggunakan pengolahan logam impor. Penggunaan bahan baku logam lokal diperkirakan terjadi abad pertama Sebelum Masehi dan abad pertama Masehi.

Halaman berikutnya...

Sementara di Danau Matano, Shniatria dan tim agar bisa mengetahui apa saja peninggalan di dasarnya harus menyelam.

Penyelaman itu dilakukan supaya dasarnya dipindai tiga dimensi dan dapat melakukan penanggalan radiokarbon, yang selanjutnya dianalisis. Mereka juga mengkaji peninggalan yang ada terhadap budaya di sekelilingnya, agar memahami masyarakat yang hidup pada masanya.

Situs Pulau Ampat ternyata memiliki banyak peninggalan manusia yang berada pada kedalaman tiga hingga 15 meter dari permukaan.

"Kami menduga situs tersebut berasal dari Zaman Logam Awal, berdasarkan penemuan serpihan batu, pecahan gerabah yang dihiasai berbagai pola geometris, tulang binatang, dan beberapa perkakas logam," terang mereka.

Ketika menyelam kembali tahun 2018, mereka menemukan lebih banyak peninggalan lagi seperti akumulasi terak besi dan arang yang tercecer di dasarnya, dan tuy'eres--sebuah tungku untuk peleburan. Luasnya temuan ini menggambarkan bahwa di sini terdapat pemukiman atau desa yang sudah tenggelam, terang Shinatria dan tim.

Baca Juga: Temuan Terkini Peradaban Transisi di Danau Matano: Ketika Zaman Neolitik Berjumpa Zaman Besi

Benda-benda yang ditemukan di situs Pulau Ampat, Danau Matano, Sulawesi Selatan. Semuanya berhubungan dengan kegiatan produksi besi yang sudah berlangsung lama di sana. (Puslit Arkenas 2018)

"Sangat menarik untuk mengeksplorasi apa yang terjadi di situs ini. Mengapa ada begitu banyak pencahan tembikar yang tersebar di dasar danau, bersarang ddi antara bebatuan? Bagaimana dengan peninggalan lainnya seperti serpihan batu dan sisa-sisa terak besi dari pengolahan besi?" lanjut mereka.

"Melihat konteks penemuan temuan-temuan ini, tampaknya saling terkait. Distribusi gerabah dan sisa-sisa besi olahan bercampur dan berkorelasi erat. Juga beberapa sisa tembikar menunjukkan jejak besi, arang dan abu, menunjukkan pembakaran pada suhu tinggi, termasuk bejana semi-lengkap dengan tanda-tandda pembakaran di dasarnya."

Selain material produksi, ditemukan pula temuan gigi hewan seperti Bovidae, dan tulang yang diperkirakan Anoa (Bubalus depresi). Diperkirakan tulang-tulang ini adalah sisa konsumsi masyarakat yang tinggal di lokasi Pulau Ampat.

"Berdasarkan identifikasi dalam penelitian ini, kami menyimpulkan bahwa lokasi pemukiman ini terkait dengan industri produksi besi berukuran besar," jelas mereka. "Kami menduga industri produksi besi besar ini berkembang sekitar abad ke-5 hingga ke-10 Masehi. Oleh karena itu, kami mengumpulkan sampel untuk menentukan usia situs yang tepat."

Setelah diteliti lebih lanjut terhadap gigi Bovidae tersebut, ternyata berasal dari akhir pertengahan abad VII dan pertengahan abad VIII Masehi.

Baca Juga: Temuan Ahli Geologi dan Arkeologi tentang Peradaban Besi Danau Matano

Penyelaman di situs Pulau Ampat, Danau Matano, Sulawesi Selatan. Ada banyak jejak-jejak produksi besi yang merupakan ciri khas Sulawesi sebagai Pulau Besi. (Puslit Arkenas 2018)

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menemukan tembikar bercorak di dasar Danau Matano. Beberapa tahun belakangan ahli arkeologi dan ahli geologi mencoba menyingkap misteri danau ini. Simak di majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2020. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Sementara pada masa itu di Pulau Jawa baru dalam tahap proses pendirian monumen penting seperti candi yang bukan terbuat dari andesit. Diduga logam, khususnya besi, menjadi bahan utama yang digunakan dalam pembangunan.

Kajian sejarah tersebut selaras dengan wawancara tim dengan kepala adat Matano, yang mengatakan bahwa Matano dahulu dikuasai kerajaan besar yang menguasai produksi dan perdagangan besi. Ada juga teks pra-Islam yang menyebut Matano sebagai anak sungai Kerajaan Luwu yang terkenal menguasai perdagangan besi di abad ke-14 dan ke-16. Sebelumnya, telah banyak penelitian lain yang mengungkap penggunaan besi, seperti mata tombak yang ditemukan di sekitar pesisir danau.

Namun, dari hasil riset Shinatria dan timya menunjukkan bahwa peradaban besi  Matano ternyata sudah diproduksi jauh sebelum Kerajaan Luwu didirikan.

Peta dan informasi temuan Danau Matano di National Geographic Indonesia edisi Oktober 2020. Ekskavasi menguak ribuan artefak, dari danau yang terbentuk satu hingga empat juta tahun yang lalu. (National Geographic Indonesia)

Seorang peneliti menemukan remah tembikar di dasar Danau Matano. Dari corak tembikar, tampaknya peradaban Matano telah memiliki teknologi tinggi untuk mengekspresikan cita rasa seninya. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Tenggelamnya situs Pulau Ampat

Lantas, apa yang membuatnya tenggelam? Shinatria dan tim juga melakukan pengamatan geologi yang menunjukkan adanya kemungkinan benccana alam yang menyebabkan situs ini tenggelam ke dasar danau.

"Danau Matano terbentuk oleh aktivitas tektonik dan wilayah ini masih sangat aktif secara tektonik. Dengan demikian, tampaknya gempa besar menenggelamkan pemukiman pandai besi/prodduksi besi ini ke Danau Matano." ungkap mereka.

Meski demikian pemahaman geologi tentang sesar Matano disarankan harus dipelajari lebih seksama oleh para arkeolog dan ahli geologi, saran tim. Pemahaman tentang aktivitas tektonik ini bisa menjadi acuan asar untuk mitigasi bencana yang bisa kapanpun terjadi di masa mendatang. Mengingat, produksi dan industri besi masih dilakukan di sekitar Matano.

Fragmen senjata tajam yang ditemukan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di dasar Danau Matano. Kini peneliti masih mencari jawaban mengapa permukiman itu terbenam air danau. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Proses Kristenisasi dan Islamisasi Sulawesi Selatan yang Beriringan