Inilah Efek Buruk Mengisap Jari pada Anak

By , Senin, 31 Agustus 2015 | 14:30 WIB

Kesenangan mengisap jari sudah muncul sejak bayi dalam kandungan dan terus berlangsung hingga anak berusia menjelang dua tahun. Sering kan melihat anak mengisap jari. Masa inilah yang disebut sebagai fase oral.

Setelah itu, berdasarkan penjelasan Sigmund Freud dalam teori psikoanalisanya, kesenangan ini akan menghilang ketika perhatian anak sudah beralih ke hal lain, anak lebih banyak bermain dan berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dengan mainan-mainannya, bersepeda menjelajah rumah, atau berlari kian kemari.

Lantaran itulah, jika sampai lewat usia dua tahun si kecil masih senang mengisap apa pun yang dapat diisapnya, bisa jadi  ia memiliki masalah dalam menemukan keasyikan lain di luar kebiasaan itu. Salah satunya karena proses pengalihan perilaku ini berlangsung kurang optimal di usia batita awal.

Pengalihan seharusnya dilakukan terus-menerus atau berulang-ulang ketika si batita memasukkan benda/ jempol ke dalam mulut dan mengisapnya. Dengan begitu, konsentrasi anak akan beralih ke hal yang lebih positif dan tidak menjadikan mengisap sebagai suatu kebiasaan.

Kesenangan mengisap juga bisa merupakan sebuah bentuk pelarian dari  ketidaknyamanan. Anak yang takut ditinggal sendirian di dalam kamar, marah karena diganggu temannya, sedih karena mainannya rusak,  berusaha mencari kenyamanan dengan mengisap, mengenyot atau menggigit-gigit.

Perilaku mengisap, mengenyot, dan menggigit-gigit jari harus dihentikan, karena akan berdampak negatif pada fisik maupun psikis, seperti:

 * Kerusakan Gigi dan Rahang

Masa batita merupakan masa pertumbuhan awal gigi-geligi anak. Kebiasaan anak mengisap jari atau menggigit benda-benda yang keras, selain membuat posisi gigi menjadi tidak baik, juga akan merusaknya. Aktivitas ini jika bertahun-tahun membuat rahang tidak terbentuk dengan presisi yang baik.

Kemampuan Bicara Terhambat

Membiarkan anak terus mengisap dan menggigit akan semakin membuatnya terlena dengan kebiasaannya itu. Anak menjadi lebih jarang berbicara karena mulutnya asyik dengan benda-benda kesenangannya. Kebiasaan ini akhirnya berpeluang menghambat kemampuan bicara anak.

Padahal dengan banyak berbicara anak akan belajar melafalkan kata-kata. Ketika salah mengucapkan kata, orangtua akan meluruskannya sehingga ia belajar untuk melafalkan dengan benar dan terus memperbanyak perbendaharaan kosakatanya.

Zat Berbahaya

Dikhawatirkan, apa yang diisap dan digigit anak mengandung zat berbahaya. Kertas koran tinta cetaknya mengandung timbel yang bisa membuat anak mengalami keracunan sementara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker.