Medan elektromagnetik ada di sekeliling kita. Mereka merupakan bagian dari lingkungan alami kita yang diproduksi oleh bumi dan matahari. Tapi jumlahnya juga semakin meningkat bersamaan dengan kemajuan teknologi, sehingga kita dikelilingi setiap hari oleh berbagai sumber energy elektromagnetik berbeda.
Telepon genggam, Wi-Fi, komputer, laptop, radio, televisi, bahkan remot TV pun memancarkan energi ini. BTS telepon genggam yang terus menerus diinstal, serta hotspot Wi-Fi meningkatkan jumlah energi elektromagnetik sepanjang waktu.
Café, restauran, perpustakaan, hotel, bahkan beberapa pusat kota dan taman-taman sekarang juga menyediakan Wi-Fi gratis. Dengan adanya infrastuktur baru, akan semakin sulit bagi kita untuk menghindari paparan medan elektromagnetik yang dipancarkan teknologi-teknologi tersebut.
Lantas, pertanyaannya adalah, berbahayakah paparan energi ini bagi kesehatan kita?
Ada isu yang berkembang baru-baru ini terkait paparan energi elektromagnetik. Puncaknya ketika bulan ini terdapat kasus ‘terobosan’ dengan seorang wanita Prancis yang diberi kompensasi karena alergi terhadap Wi-Fi.
Martine Richard, yang menderita Electromagnetic Hypersensitivity (EHS), mendapat pembayaran ganti rugi atas klaim gejala penyakitnya yang menurutnya berhubungan dengan energi elektromagnetik, membuatnya tak bisa bekerja.
Selain Richard, ada penderita EHS yang lain. Jackie Lindsey, wanita asal Inggris harus menjalani kehidupan yang sulit setelah menderita EHS. Ia bisa mengalami serangan syok anafilaksis jika ada wi-fi maupun sinyal ponsel di sekelilingnya. (Baca: Sulitnya Kehidupan Lindsey Karena Alergi Listrik)
Apa sebenarnya EHS? Apa yang kita ketahui dan tak ketahui mengenai kondisi ini? Apa artinya untuk masa depan?!break!
Apa itu EHS?
EHS merupakan kondisi kompleks. Penyakit ini ditandai dengan gejala yang tak spesifik (missal: sakit kepala, mual dan sulit tidur) ketika berada di dekat perangkat yang memancarkan gelombang elektromagnetik. Dalam kasus yang parah, dapat memiliki dampak yang besar dan negatif, membuat orang tak bisa bekerja sebagai masyarakat modern.
Biasanya, kondisi ini bervariasi. Secara umum, jumlah pasien yang menunjukkan gejala-gejala yang menunjukkan mereka terpapar medan elektromagnetik tampaknya meningkat.
Tak ada keraguan bahwa gejala yang dialami sangat nyata. Tapi, kenyataannya tetapsaja tidak ada kriteria diagnosis yang jelas untuk kondisi tersebut. Ini merupakan gangguan diagnosis sendiri yang saat ini belum memiliki dasar ilmiah atau medis.
Apa yang dikatakan bukti-bukti?
Penelitian secara konsisten telah gagal untuk menemukan keterkaitan antara paparan gelombang elektromagnetik dengan gejala-gejala yang dilaporkan, atau kesehatan secara umum. Hal ini menimbulkan pertanyaan, jika bukan karena energi elektromagetik, lantas, apa yang menyebabkan EHS dan gejala-gejala yang diderita orang-orang tersebut?
Salah satu kemungkinan yaitu efek nocebo, atau hanya pengaruh dari ekspektasi atau pun persepsi seseorang mengenai bagaimana sesuatu dapat mempengaruhi mereka. Dalam kasus EHS ini akan sesuai dengan keyakinan sejalan bahwa energi elektromagnetik berbahaya. Saat berada di sekitar perangkat yang memancarkan energi semacam ini, mereka berharap merasa tidak nyaman, dan mereka benar-benar melakukannya.
Penelitian terus berlanjut
Dengan adanya kontroversi terkait penyebab EHS, sudah jelas bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk lebih mengkonsolidasikan bahwa energi elektromagnetik tidak bertanggung jawab atas gejala-gejala tersebut dan menunjukkan bukti dari penyebabnya (semisal efek nocebo).
Penelitian tersebut masih berlangsung, termasuk penelitian di Australian Centre for Electromagnetic Bioeffects Research yang bertujuan untuk melawan studi sebelumnya. Hingga penyebabnya ditetapkan, perawatan terhadap kondisi ini masih menyisakan tantangan.