Jelajah kota di Semarang tak harus mengunjungi tempat-tempat wisata terkenal. Anda bisa datang ke Kampung Kranggan, Kelurahan Kranggan, Kecamatan Semarang Tengah, untuk melihat industri rumahan kulit lumpia.
Julukan "Kampung Kulit Lumpia" cocok disematkan di kampung ini. Begitu masuk ke tengah kampung, di kiri kanan gang, warga Kampung Kranggan terlihat sibuk membuat kulit lumpia.
Tangan kanan Supriyanto (46) cekatan mengambil adonan bahan kulit lumpia dari sebuah ember. Selanjutnya, adonan dari tepung terigu tersebut dituangkan ke atas wajan panas.
Agar tingkat ketipisan dan ukurannya sama, tangan pria yang akrab disapa Supri ini berputar di atas wajan. Setelah sisa adonan diangkat dari wajan, tampak bakal kulit lumpia yang bolong-bolong di beberapa sisi.
Supri pun secara cekatan menambal. Tak butuh peralatan memasak. Supri, menambal adonan di atas wajan panas menggunakan jari.
"Sudah terbiasa. Sejak tahun 1980-an saya membuat kulit lumpia. Bahkan, tepatnya tahun berapa, saya sudah lupa," ujar dia saat ditemui Tribun Jateng di rumahnya.
Di keluarga, Supri merupakan generasi kedua pembuat lumpia. Sebenarnya, ucapnya, neneknya sudah berurusan dengan pembuatan kulit lumpia. hSaat itu, sang nenek bekerja kepada produsen lumpia.
"Ibu saya bekerja di Lumpia Mbak Lin (Produsen Lumpia di Semarang). Setelah itu, memisahkan diri dan membuat kulit lumpia mandiri untuk dijual ke pemilik toko lumpia," sambungnya.
Selain untuk memenuhi pesanan dari toko, kulit lumpia yang dihasilkan warga Kampung Kranggan juga dijual ke pedagang di pasar. Umumnya, kulit lumpia yang dijual ke pasar berukuran lebih kecil dibanding yang dijual ke toko.
Jika pesanan sedang membludak, perajin kulit lumpia di Kampung Kranggan mampu menghabiskan hingga lima sak terigu berukuran 25 kilogram. Tiap sak terigu bisa menghasilkan 1.500 lembar kulit lumpia berukuran besar. Sedangkan untuk kulit ukuran kecil, per sak bisa menghasilkan 1.800 lembar.
Pendapatan yang dihasilkan pun cukup menggiurkan. Untuk satu sak terigu, perajin mendapat keuntungan sekitar Rp 250.000. Jika pesanan tengah ramai, rata-rata keuntungan per hari yang didapat bisa mencapai Rp 1 juta.
Karena kulit lumpia juga, Kampung Kranggan hidup 24 jam. Tidak kurang dari 30 perajin, bergantian terjaga sepanjang waktu untuk memenuhi pesanan.
"Kadang, saya mulai membuat kulit lumpia pukul 01.00 dini hari. Tetangga ada yang mulai sejak maghrib bahkan siang hari," jelas Supri.
Perajin lain, Partilah (43), mengklaim, Kampung Kranggan sebagai kampung pembuat kulit lumpia tertua di Kota Semarang. Bahkan, tidak sedikit warga dari kampung lain yang "berguru" membuat kulit lumpia ke perajin di kampun tersebut.
"Begitu mereka bisa, kemudian mandiri. Menjadikan kulit lumpia sebagai industri rumahan. Jadi, jumlah perajin kulit lumpia terus bertambah," terang dia.
Ia menyebutkan kulit lumpia yang dihasilkan warga Kampung Kranggan didistribusikan ke toko besar. Hal terpenting agar bisa bertahan di tengah persaingan, jelasnya, adalah menjaga kualitas kulit lumpia dengan bahan terbaik.