Setelah pemeriksaan, ahli anatomi mencatat lapisan tambahan dari perban berselang-seling dan serangkaian bantalan yang dimasukkan agar mumi menjadi kaku dan berbentuk.
Ahli Mesir Kuno menambahkan bahwa bantalan yang sama digunakan di sisi, kaki, dan dada mumi kecil itu. Di bawah lapisan yang lebih besar, luka melintang, dan lembaran penutup yang agak gosong ada lapisan terakhir dari linen halus. Di bawahnya terbaring tubuh janin berukuran panjang 36,1 cm. Derry menyimpulkan bahwa itu mungkin janin perempuan yang dibalsem.
Metode yang digunakan untuk membalsem mumi ini terbukti; karena tengkorak telah dikemas dengan linen direndam garam yang dimasukkan melalui hidung. Sayatan juga dibuat di selangkangan untuk memasukkan lebih banyak linen sebelum menutup lubang dengan resin.
Dalam laporannya, yang mencatat banyak ciri fisik, Derry menyebutkan bahwa dia menemukan "rambut yang tampak sangat halus" di kepala janin. Ia menambahkan, "Alisnya berbeda dan beberapa bulu mata tetap ada."
Ini adalah bukti keterampilan luar biasa dari pembalsem kuno, menurut Dr. Bob Brier, pakar mumi terkemuka. Janin ini hampir berusia 7 bulan. Menarik untuk dicatat bahwa kedua janin kerajaan itu meletakkan tangan mereka di samping dan tidak dalam posisi Osiride formal (tangan menyilang di dada).
Profesor R.G. Harison melakukan tes radiografi sekitar 1966-68. Janin yang lebih besar memiliki kondisi yang dikenal sebagai deformitas Sprengel, dengan belikat kanan bawaan tinggi, spina bifida, dan skoliosis.
Pada tahun 1978, pemeriksaan radiografi sekali lagi dilakukan pada mumi yang lebih besar. Disimpulkan bahwa janin mengalami kelainan kongenital ganda pada skapula dan tulang belakang, termasuk cacat tabung saraf dan skoliosis.
Robert Connolly, seorang ahli anatomi yang menganalisis sisa-sisa mumi Tutankhamun dan bayi yang lahir mati. Ia menyimpulkan bahwa dua janin di makam Tutankhamun mungkin kembar meskipun ukurannya sangat berbeda.
Kemungkinan janin ini merupakan anak-anak Tutankhamun pun semakin besar. Ini diketahui dari golongan darah mumi janin yang lebih besar sama dengan golongan darah Tutankhamun.
Keberadaan janin di makam Tutankhamun membuat para ahli bertanya-tanya. Apakah janin ini menjadi lambang kemurnian yang ditempatkan di makam untuk melakukan perjalanan bersama Tutankhamun ke alam baka.
Gagasan ini tampaknya agak tidak masuk akal. Praktik pengorbanan manusia untuk menemani pemakaman kerajaan ditinggalkan lebih dari dua milenium sebelum firaun remaja itu meninggal.
Baca Juga: Temuan 'Kota Emas' Mesir Kuno Mengungkap Kejadian 3.500 Tahun Silam
Tetapi penguburan janin-janin ini bukannya tanpa preseden seperti yang dijelaskan Reeves. “Di beberapa makam ditemukan anak-anak raja yang sudah mati mendahului ayahnya. Seperti Webensenu, putra Amenophis II, dimakamkan di Makam Lembah 35. Juga Tentamun, Amenemhat dan keturunan tak dikenal lainnya di makam Tuthmosis IV.
Sayangnya, mumi kecil ini telah mengalami banyak kerusakan selama bertahun-tahun; karena konstitusi rapuh mereka. Selain itu i tes yang tak terhitung banyaknya juga turut merusak mumi janin kembar sang Firaun. Oleh karena itu para ahli mulai bertanya pada diri mereka sendiri apakah kerusakan post-mortem telah menjadi faktor utama untuk dugaan kelainan tulang sebelumnya.
Sayangnya, bahkan setelah menjalani puluhan tes, ahli Mesir Kuno tidak dapat menemukan penyebab kematian kedua janin ini.
Beberapa sarjana mendalilkan bahwa Tutankhamun adalah produk dari pernikahan kerabat antara ayahnya Akhenaten dan salah satu saudara perempuannya. Dan jika istrinya Ankhesenamun adalah saudara tirinya, mungkinkah unsur-unsur perkawinan sedarah ini menjadi alasan sebenarnya mengapa janin itu mati di dalam rahim?
Carter pun meratap, "... seandainya salah satu dari janin itu dilahirkan dan hidup, mungkin tidak akan pernah ada Ramses."
Baca Juga: Misteri Raja Tutankhamun, Teka-teki Kematian dan Kisah Hidup yang Terhapus