Ku Antar Kau Menuju Keabadian

By , Senin, 19 Oktober 2015 | 16:00 WIB

Meskipun ritual itu identik dengan ritual kematian, ada unsur kegembiraannya karena arwah yang menuju sebayan tujoh seruge dalam itu diyakini akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal. Ritual itu dilaksanakan sampai pagi.

Bahkan, pada hari kedua ritual yang sama kembali dilanjutkan. Namun, yang menari berbeda-beda. Kamis malam, adalah malam terakhir ritual tersebut. Bedansai (menari) tetap dilaksanakan.

Pada malam terakhir, ditutup dengan menebang jarau. Sesajian di atasnya dibagikan kepada undangan sebagai simbol memberi penghormatan kepada tamu. Selain itu, memindahkan tambak yang semua dikelilingi penari ke makam tepat pada pukul 00.00 WIB.!break!

Tiga jenisOndeh (60), Ketua Adat Kampung Baru, menuturkan, Nganjan ada tiga jenis. Pertama, Nganjan Tambak. Jenis Nganjan itu hanya memperbarui makam dengan menambahkan tambak pada makam.

”Untuk yang kali ini juga dilaksanakan Nganjan Tambak, karena menghemat biaya di tengah lesunya ekonomi masyarakat saat ini. Nganjan Tambak hanya dilaksanakan dua hari dua malam,” kata Ondeh.

Jenis kedua disebut Nganjan Nyandong. Hal itu dilakukan dengan menggali tulang belulang di makam leluhur. Tulang belulang itu disimpan di dalam rumah kecil yang diberi tiang dengan ketinggian dua meter.

”Ritual itu mahal. Tidak semua warga bisa menggelar ritual jenis itu. Adatnya pun lebih rumit. Nganjan Nyandong itu tiga hari tiga malam,” ucap Ondeh.

Dalam Nganjan Nyandong, penari menggendong tengkorak kepala leluhur yang digali dari makam. Namun, dalam Nganjan Tambak karena tidak dengan menggali tulang, kepala disimbolkan dengan kelapa yang digendong penari menggunakan kain.

Jenis ketiga adalah Nganjan sebelum memakamkan orang. Nganjan jenis ini dilaksanakan saat ada warga yang meninggal. Namun, tidak sebesar acara Nganjan Tambak dan Nyandong. Nganjan sebelum pemakaman hanya beberapa jam.

Albertus Inson (69), Ketua Adat Desa Batu Mas, menambahkan, dahulu, Nganjan hanya dilakukan orang keturunan ketua adat yang disebut domong. Namun, seiring perkembangan zaman, semua boleh melaksanakannya karena kemampuan ekonomi yang semakin berkembang.

”Nganjan pun dalam perkembangannya tidak selalu untuk ritual kematian, tetapi untuk memeriahkan acara. Bahkan, di kalangan muda Nganjan untuk menyambut tahun baru, tetapi harus dengan dispensasi ketua adat,” kata Inson.

Perlunya dispensasi ketua adat agar ia memberi tahu leluhur bahwa Nganjan dalam konteks malam tahun baru hanya untuk kegembiraan menyambut tahun baru atau dalam acara lain, bukan dalam konteks ritual kematian.

”Dispensasi itu juga dibuat agar generasi muda dekat dengan adat istiadat yang menjadi jati diri mereka,” katanya.!break!

Basis ”kaharingan”Jhon Bamba, Ketua Perkumpulan Institut Dayakologi Kalimantan Barat, menuturkan, masyarakat Dayak Gerunggang masih satu rumpun dengan Dayak di Kalimantan Tengah. Tradisi yang tumbuh di masyarakat Kalimantan Tengah berbasis kaharingan.

Pengaruh tradisi itu sampai ke daerah Dayak Gerunggang di Kalimantan Barat yang diadopsi dalam ritual Nganjan. Daerah itu berbatasan dengan Kalimantan Tengah.

”Nganjan ibarat penguburan kedua, sama seperti Tiwah di Kalimantan Tengah. Nganjan merupakan spiritualitas masyarakat Dayak Gerunggang, tentang adanya kehidupan setelah kematian. Jiwa nenek moyang yang meninggal diyakini ada yang belum sampai ke sebayan tujuh surga dalam,” kata Jhon.

Dalam konteks kekinian, Dayak secara umum termasuk Dayak Gerunggang mengalami perubahan yang cukup besar. Ada berbagai pilihan hidup yang membuat mereka lebih bertransformasi menjadi masyarakat modern daripada masyarakat adat. Ada yang menggeluti berbagai profesi sehingga tradisi Nganjan di ambang kepunahan.