Nationalgeographic.co.id—Samin Surosentiko merupakan seorang tokoh yang disegani di wilayah Blora. Ia lahir pada 1859 di desa Klopo Duwur, sekitar Randoeblatoeng, Blora.
Ia menginisiasi pergerakan rakyat dalam menentang praktik kolonialisme dan imperialisme yang merugikan rakyat Blora. Hal itu bermula dari peran tangan Boschwezen (Djawatan Kehutanan Hindia-Belanda).
Boschewezen menetapkan status houtvesterijen (Pengelolaan lahan hutan di beberapa hutan di Blora, termasuk diantaranya, hutan Randoeblatoeng. Penetapan status itu bukan tanpa alasan, mengingat Belanda tengah tergiur dengan hasil penjualan kayu jati yang bernilai di Eropa.
Penetapan houtvesterij Randoeblatoeng tak memengaruhi seorang Samin Surosentiko. Ia tetap abai dan teguh terhadap pendiriannya. Tak heran, jika ia kerap kali keluar masuk bui akibat tindakan yang ia lakukan. Tindakannya dianggap ilegal, karena dianggap mencuri kayu jati milik pemerintah.
Sebagaimana sebelum ditetapkannya status houtvesterijen, masyarakat di sekitar hutan Randoeblatoeng secara bebas, memanfaatkan hutan dan kayu jati sebagai keperluan hidup mereka sehari-hari. Itu juga yang terus dilakukan Samin.
Pemberontakan itu terjadi lantaran status houtvesterijen yang membuat akses rakyat terhadap hutan menjadi sangat terbatas. "Kebijakan itu membuat petani di sekitarnya tak lagi memiliki akses untuk memanfaatkan hasil hutan," tulis Trisnova.
Restu Trinova menjelaskan kisah tentang awal pemberontakan hingga landasan filosofis yang mendasari adanya gerakan Saminisme. Tulisannya diangkat dalam Jurnal Filsafat, berjudul Studi Komparasi Saminisme dengan Jean Paul Sartre tentang Kebebasan (Tinjauan Filsafat Sosial), yang terbit pada 2010.