Tantangan Menghadang Pembuatan Pesawat Hipersonik

By , Kamis, 5 November 2015 | 18:00 WIB

"Ini adalah sebuah pesawat ajaib. Kesenangan terbang di dalamnya hampir bersifat badaniah." Demikian kata Joelle Cornet-Templet, pimpinan pramugari Air France tentang Concorde: salah satu pesawat supersonik sipil pertama dunia yang terbang dari tahun 1976 sampai 2003 dan mewakili ungkapan perjalanan dengan bergaya.

Pesawat unggulan ini dapat terbang dari London ke Sydney dalam waktu 17 jam, tiga menit dan 45 detik. Bandingkan dengan tempo perjalanan 22 jam yang harus kita tempuh saat terbang dengan Boeing 747.

Concorde adalah anggota paling terkenal dari klub yang hanya ada dua anggotanya. Pesawat sipil lainnya yang dapat menembus kecepatan suara adalah Tupolev Tu-144 Uni Soviet, yang terbang sampai tahun 1999. Pesawat sejenis Tupolev digunakan untuk percobaan NASA, dan industri penerbangan Amerika dan Rusia, dalam sebuah program penelitian bersama pada akhir Perang Dingin.

Berakhirnya pesawat Concorde dan Tupolev membuat pasar supersonik kosong. Tetapi sekarang, 12 tahun setelah armada Concorde terakhir kali terbang, pesawat yang lebih cepat sedang dikembangkan di tempat penelitian.

Salah satu rancangannya dibuat Lapcat-II, sebuah pesawat rancangan Eropa yang mampu terbang delapan kali lebih cepat dari pada suara (8.500 km/jam atau 5.280 mph) membawa penumpang dari Brussels ke Sydney dalam dua jam dan 55 menit.

Pada konferensi AIAA Hypersonic Space Plane di Glasgow, Skotlandia di bulan Juli, sebuah makalah yang diajukan peneliti Lapcat-II menyatakan uji coba pesawat perintis mereka mengisyaratkan rancangan seperti ini akan lebih ramah lingkungan dibandingkan pesawat saat ini, sama amannya, dan biayanya tidak melebihi ongkos penerbangan jarak jauh.!break!

Faktor bahan bakar

Johan Steelant, seorang insinyur senior pada European Space Agency (ESA) dan koordinator Lapcat-II, dengan rekan-rekannya, sedang menguji dua prototipe. Yang pertama pesawat Mach 5 - Lapcat-A2 yang digerakkan ramjet turbo-udara prapendingin dan pesawat Mach 8, rancangan ESA yang menjanjikan dan juga digerakkan mesin ramjet.

Ramjet adalah pesawat jet serap udara, tanpa adanya bagian yang banyak bergerak. Gerak maju mesin memampatkan udara yang berhembus masuk dan bergerak dalam kecepatan tinggi, menghantam ruang bakar. Konsep yang sama menggerakkan peluru kendali baru yang digunakan pesawat tempur Eurofighter Typhoon, misalnya.

Ramjet dapat menggerakkan pesawat dengan sangat cepat. Tetapi bagaimana menggerakkannya? Bahan bakar yang dipilih adalah penting, terutama saat kita memikirkan armada hipersonik masa depan dengan emisi serendah mungkin. Karena itulah hidrogen yang dipilih, bukannya bahan bakar berdasarkan hidrokarbon.

Tambahan lagi, bahan bakar hidrogen cair tidak mudah terbakar dalam penerbangan. Meskipun hidrogen bisa dibakar, risiko ledakan atau kebakaran lebih rendah dibandingkan bahan bakar minyak tanah pesawat konvensional. NASA menggunakan hal yang sama untuk menggerakkan Space Shuttle.

“Jika ada kebocoran, hidrogen begitu ringan sehingga langsung bergerak ke atas; oleh karenanya tidak akan ada genangan hidrogen di daratan tidak seperti minyak tanah. Hidrogen, seperti minyak tanah, memerlukan pemicu atau sumber panas untuk mendorong pembakaran, jadi tidak secara langsung terpicu," kata Steelant.

Tim Lapcat-II bukanlah satu-satunya yang melakukan hal ini. Mereka berbagi konsep dan ide dengan para peneliti di seberang Laut Pasifik. Di Asia, Aerospace Exploration Agency Jepang (JAXA) juga mengerjakan pesawat hipersonik bernama Hytex yang dirancang dapat melintasi Samudra Pasifik dalam waku dua jam dengan kecepatan 5 Mach.

Baik Lapcat-II maupun JAXA adalah bagian dari proyek alih pengetahuan hipersonik antara Eropa dan Jepang bernama Hikari.

Mesin jet turbo Hytex berhasil dites dalam sebuah percobaan penerbangan yang meniru kecepatan sampai 1,8 Mach. Hytex menggunakan hidrogen cair sebagai bahan bakar dan pendingin bagi penerbangan udara pada kecepatan hipersonik.