Nationalgeographic.co.id—Terapi aternatif bekam pernah menjadi sorotan saat Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro. Kala itu bekas terapi bekam tampak di pundak kanan Michael Phelps, perenang kelas dunia. Selain Phelps, banyak atlet lain ternyata juga menggunakan terapi bekam selama gelaran olimpiade tersebut.
Meski bekam diandalkan oleh banyak atlet internasional, dasar ilmiah untuk terapi ini tidaklah meyakinkan. Menurut praktik tradisional kuno, metode ini meningkatkan aliran darah, mengurangi rasa sakit, dan mengaktifkan sistem kekebalan. Namun klaim ini tidak terbukti secara ilmiah dan tidak didukung oleh biologi.
Metode bekam berupa penghisapan dengan cangkir memang bisa memecahkan pembuluh-pembuluh darah kecil di kulit sehingga menghasilkan gumpalan merah khas yang ditinggalkan pada tubuh penggunanya. Namun, tidak ada penjelasan ilmiah atau bukti bagaimana hal ini bisa membawa manfaat kesehatan yang telah diklaim.
Sejumlah penelitian telah dilakukan mengenai validitas terapi alternatif ini, yang seringkali diterapkan bersamaan dengan terapi akupunktur. Namun dari banyak penelitian itu, belum ada yang menemukan bukti nyata dari manfaat keduanya, sebagaimana dilansir IFL Science.
Sebuah tinjauan besar dari 135 uji klinis acak tidak menemukan bukti yang dapat diandalkan bahwa metode ini membawa keuntungan. Menariknya, beberapa data yang dianalisis dalam penelitian ini mengisyaratkan kemungkinan penggunaan terapi bekam dalam pengobatan "herpes zoster, kelumpuhan wajah, jerawat, dan spondylosis serviks." Namun begitu para peneliti dalam studi itu menunjukkan bahwa uji coba yang mendukung bukti ini memiliki "kualitas metodologis yang rendah".
Mengingat kurangnya bukti dan bahwa logika di balik teknik ini cacat secara ilmiah, sulit untuk mempertahankan keunggulan teknik bekam, meskipun para atlet yang memenangkan emas setelah menjalani terapi alternatif ini mungkin punya pendapat berbeda.
Halaman berikutnya...
Senada dengan bekam, akupuntur juga merupakan teknik terapi yang berasal dari Tiongkok. Meski sekarang akupunktur cukup umum digunakan oleh para fisioterapis dan profesional medis lainnya, terapi itu tetap dianggap sebagai pengobatan alternatif atau komplementer, yang berarti kemanjurannya masih belum terbukti dan diperdebatkan dengan hangat.
Di Inggris, misalnya, akupunktur direkomendasikan oleh National Health Service (NHS) sebagai pengobatan untuk sakit punggung hingga 2016, ketika penelitian baru muncul yang menunjukkan bahwa praktik tersebut sebenarnya tidak lebih bermanfaat daripada efekplasebo untuk kondisi khusus ini.
Yang perlu diketahui, teknik akupuntur yang digunakan oleh para ahli kesehatan tidak selalu sama dengan yang digunakan oleh para ahli akupunktur Tiongkok yang lebih tradisional. Ini karena pendekatan Barat terhadap teknik ini berakar pada pemahaman ilmiah tentang anatomi fisik, sementara versi akupunktur yang lebih lama cenderung didasarkan pada konsep mistik seperti qi (diucapkan chi), yang mengacu pada kekuatan energi yang tak terlihat.
Baca Juga: Dari Editor: Saling-silang Pengobatan Tradisi Nusantara
Dalam kedua kasus, bagaimanapun, prinsip dasar teknik ini berpusat di sekitar aktivasi "titik akupuntur" tertentu pada tubuh, yang diduga memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fisiologi bagian tubuh yang jauh. Misalnya, memasukkan jarum ke titik akupuntur tertentu dikatakan dapat mengurangi peradangan tubuh. Meski sains di balik klaim ini tidak pernah ditemukan, sebuah studi baru di jurnal Nature mungkin telah menunjukkan salah satu mekanisme yang mendasarinya.
Penelitian baru ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa stimulasi elektrik saraf siatik pada tikus memicu komunikasi di sepanjang saraf vagus, yang menghasilkan peningkatan sekresi dopamin oleh kelenjar adrenal. Dopamin ekstra ini menyebabkan pengurangan konsentrasi molekul pro-inflamasi yang disebut sitokin, sehingga mengurangi kemungkinan badai sitokin yang sering mendorong peradangan sistemik yang parah dan bisa berakibat fatal.
Baca Juga: Tato di Tubuh Ötzi Si Manusia Es Ternyata Berasal dari Akupuntur
Dalam studi baru ini, para peneliti menunjukkan bahwa titik-titik akupunktur tertentu dipersarafi oleh neuron-neuron yang memiliki kapasitas untuk mengaktifkan sumbu vagal-adrenal pada tikus. Jadi, upaya merangsang titik-titik ini dapat memadamkan badai sitokin dan mengurangi peradangan di seluruh tubuh. Untuk menghasilkan efek ini, bagaimanapun, neuron-neuron atau sel-sel saraf harus mengekspresikan tingkat tinggi dari reseptor tertentu yang disebut reseptor prokinetikin 213.
Berdasarkan percobaan tikus mereka, para peneliti dalam studi ini menyimpulkan bahwa neuron-neuron ini sangat berlimpah di sekitar titik akupuntur tertentu yang dikenal sebagai Zusanli, yang terletak di kaki belakang. Dengan mengaktifkan titik ini, para peneliti mampu menekan peradangan sistemik setelah tikus terkena endotoksin bakteri. Namun, ketika tikus direkayasa secara genetik untuk kekurangan reseptor ini, akupunktur pada titik Zusanli tidak memiliki efek seperti itu.
Titik akupuntur yang tidak dipersarafi oleh neuron ini, sementara itu, tidak mampu mengaktifkan sumbu vagal-adrenal dan mencegah badai sitokin meletus. Misalnya, titik Tianshi, yang ditemukan di perut, ternyata tidak memiliki fungsi ini.
Karya ini memberikan penjelasan neuroanatomik pertama untuk fungsi titik-titik akupuntur yang berbeda. Namun, itu baru dilakukan pada tikus. Adapun studi manusia skala besar perlu dilakukan terlebih dulu untuk menyelidiki peran masing-masing titik ini dan mengkonfirmasi validitas pendekatan akupuntur secara keseluruhan.
Baca Juga: Riwayat Kiprah Tabib Cina di Nusantara