Padahal, lanjut Arnold, biaya untuk energi nuklir dari sisi ekonomi tidak semahal energi surya.
"Energi surya yang biayanya 25 sen per KwH diterima oleh pemerintah, tetapi ini nuklir yang 10 sen per KwH kok ngga diterima dan jadi opsi terakhir?" ucap dia.
Dari sisi lingkungan, tidak seperti penggunaan batu bara, penggunaan energi nuklir pun tidak menyumbang emisi karbondioksida (CO2), yang merupakan musuh utama bagi negara kepulauan seperti Indonesia, yang harus mencegah dampak dari pemanasan global.
"Kita harus lihat jauh ke depan, dari sisi itu, nuklir harusnya menang karena tidak mengeluarkan emisi. Maka untuk jangka panjang Indonesia harusnya dukung pemakaian energi nuklir ini, tetapi kok malah jadi pilihan terakhir?," ujar dia.
Untuk itu, Arnold berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu memberikan perhatian lebih untuk membuat perencanaan energi yang memang benar-benar dapat memenuhi kebutuhan energi yang ada