Kebakaran Hutan Indonesia Lahirkan Bencana Ekologis

By , Kamis, 19 November 2015 | 18:00 WIB

Di enam provinsi yang paling parah terkena imbasnya, dengan penduduk 26 juta, rumah-rumah sakit kewalahan dengan 556.945 kasus orang dengan masalah saluran pernapasan antara Juli dan akhir Oktober, hampir tiga kali tingkat normal, menurut Kementerian Kesehatan. 

Pada akhir Oktober, Indeks Standar Polusi mencapai rekor tinggi yaitu 3.300 di Kalimantan Tengah. Angka di atas 300 dianggap berbahaya. 

Rosita Rossie, koordinator dinas kesehatan Riau, mengatakan ketika indeks polusi naik di atas 300, banyak klinik dan rumah sakit di provinsi berpenduduk enam juta orang itu menyediakan layanan 24 jam, dan beberapa diantaranya mengirim petugas-petugas kesehatan ke wilayah-wilayah terpencil. !break!

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 21 kematian terkait kebakaran hutan, termasuk luka bakar, pneumonia, asma dan meningitis yang diperburuk oleh infeksi-infeksi saluran pernapasan. 

Hampir 20.000 sekolah harus tutup di enam provinsi ini, mempengaruhi sektiar 2,4 juta murid. 

Kebakaran hutan juga membunuh banyak spesies yang terancam, termasuk orangutan dan badak Sumatera, ujar Rosichon Ubaidilla, ahli taksonomi hewan yang mengepalai Pusat Zoologi Riset Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 

Para peneliti dan warga lokal berjuang melindungi sekitar 50.000 orangutan liar yang hanya hidup di Kalimantan dan Sumatera. Hewan-hewan ini tidak hanya menghadapi kerusakan habitat mereka tapi juga masalah pernapasan, ujar Raffles B. Panjaitan, direktur penanggulangan kebakaran hutan di Kementerian Kehutanan.

Kebakaran hutan juga mengirimkan sejumlah besar gas rumah kaca ke udara. Sebagian besar yang hilang di hutan adalah lahan gambut, yang menyimpan sejumlah besar karbon. 

Penelitian dari CIFOR menunjukkan bahwa pada 2012, kebakaran hutan di Riau saja melepaskan antara 1,5 miliar dan 2 miliar ton emisi karbon hanya dalam satu minggu, naik 10 persen dari emisi tahunan total Indonesia, menurut Sofyan Kurnianto, ilmuwan CIFOR dan penulis utama penelitian tersebut. 

Kerugian negara akibat kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran hutan tidak termasuk emisi. Willem Rampangilei, kepala BNPB, mengatakan jumlah tentatif masih berdasarkan data Bank Dunia dari 2013 yang fokus hanya di provinsi Riau. Mayoritas besar kerugian finansial adalah dalam sektor kehutanan, pertanian dan manufaktur.