Di penghujung tahun 2015 ini, Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS) meresmikan fasilitas Special Care Unit dan melepasliarkan 4 Orangutan Kalimantan dari Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.
Dukungan atas upaya konservasi orangutan dan habitatnya datang dari berbagai pelosok dunia. Banyak masyarakat dunia yang terpanggil untuk membantu melestarikan spesies kera besar yang ada di Asia ini.
Masyarakat Swiss adalah salah satu yang turut bergabung dalam upaya pelestarian Orangutan. Dukungan dana mereka disalurkan melalui BOS Swiss, yang merupakan lembaga mitra Yayasan BOS Indonesia.
Sokongan dana tersebut digunakan untuk Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur di Samboja Lestari. Realisasinya berupa pembangunan Special Care Unit (SCU) berkapasitas 40 individu Orangutan, kegiatan pelepasliaran orangutan, serta sertabeberapa kegiatan lainnya terkait pelestarian orangutan di Hutan Kehje Sewen.
Diperkirakan sekitar 10% orangutan di Yayasan BOS tidak dapat dilepasliarkan atau disebut unreleaseable karena berbagai kondisi, di antaranya karena mengidap penyakit, cacat tubuh, atau perilaku liar yang sangat minim akibat terlalu lama dipelihara manusia sebelum menjalani proses rehabilitasi di Samboja Lestari. Kondisi ini membuat mereka tidak akan bisa bertahan hidup di hutan.
Yayasan BOS telah berkomitmen untuk memberikan prangutan-orangutan ini perawatan terbaik dalam lingkungan yang sesuai. Yayasan BOS telah merencanakan fasilitas sejak enam tahun lalu, dan dengan dana yang disediakan oleh mitra kami BOS Swiss, membuat hal ini terwujud nyata.
Pembangunan SCU dimulai pada bulan Mei dan kini telah siap untuk beroperasi. Kompleks Kompleks yang diresmikan tanggal 1 Desember 2015 ini telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas pengayaan (enrichment) untuk merangsang kecerdasan mereka sekaligus memberikan beragam pilihan makanan dengan cara tertentu sehingga para orangutan ini terus menerus mempelajari hal baru.
Sementara itu, BOS Australia yang juga merupakan mitra Yayasan BOS, mendukung dana dan pembangunan sistem pengelolaan pembuangan air limbah untuk menjamin kesejahteraan orangutan kami. Para orangutan unreleaseable akan dipindahkan dari fasilitas lama mereka ke SCU baru ini secepatnya.
“Untuk melestarikan spesies yang terancam punah seperti orangutan memerlukan komitmen besar dari semua pihak terkait,” kata Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Yvonne Baumann saat peresmian SCU.
Ia menambahkan bahwa tahun ini, Kedutaan Besar Swiss di Indonesia juga membantu mendanai program penanaman pohon di areal bekas kebakaran beberapa waktu lalu di Samboja Lestari seluas 5 hektar.
CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite mengatakan bahwa pihaknya masih memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan seluruh orangutan di pusat rehabilitasi, termasuk mereka yang tidak bisa dilepasliarkan.
“Kami telah melepasliarkan orangutan kembali ke habitat alaminya, namun kami masih memiliki ratusan lainnya yang menanti untuk dilepasliarkan,” ujarnya.
Jamartin mewakili Yayasan BOS menyerukan kepada pemerintah Kalimantan Timur untuk berkomitmen dan berkontribusi nyata dalam perlindungan orangutan yang telah dilepasliarkan melalui penegakan hukum yang tegas. Tujuannya, agar kelangsungan hidup dan perlindungan orangutan beserta habitatnya terjaga di Kalimantan Timur.
Pelestarian orangutan dan habitatnya merupakan kewajiban bersama. Orangutan merupakan satwa yang dilindungi keberadaannya oleh pemerintah melalui undang-undang. Jumlah orangutan yang masih berada di dalam pusat rehabilitasi besar dan perlu upaya bersama untuk mengembalikan mereka ke alam liar, begitu mereka siap.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat mendukung segala aspek upaya pelestarian orangutan dan habitatnya. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tachrir Fathoni mengatakan bahwa merawat dan melestarikan hutan menjadi tanggungjawab pemerintah dan masyarakat.
“Keberhasilan kita menjaga spesies dilindungi dan hutan sebagai habitatnya menentukan apa yang menjadi hak milik—bukan warisan—generasi berikut," tandasnya.