Ikhtiar di Pesisir Karangsong

By , Minggu, 20 Desember 2015 | 10:00 WIB

Kisah pahit itu bermula dari niat baik. Indramayu mengambil keputusan untuk mengamankan pusat kabupaten dari luapan Sungai Cimanuk. Pada 1980-an, sebuah bendungan pengendali banjir di Bangkir, Rambatan Kulon, Kecamatan Lohbener, dibangun. Bendungan ini buat membelokkan aliran Cimanuk ke Sungai Rambatan.

Agar Cimanuk lebih jinak, di Sungai Rambatan kembali didirikan satu bendungan. Dam kedua ini disebutbendungan Karet Waledan, karena terletak di blok Waledan,Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi.Bendungan Waledan juga untuk menjaga pasokan air baku bagi Indramayu saat musim kering.

Luapan dari Bangkir lantas dialirkan ke sungai baru. “Percabangan sungai yang baru itu dinamakan Kali Anyar,” kisah Ali Sodikin, ketua Kelompok Tani Mangrove Pantai Lestari.

Sebelum dibelokkan ke Waledan, sebagian aliran Cimanuk melintasi Sungai Praja Gumiwang di Karangsong. “Tapi tidak terpikirkan, di muara Cimanuk akan seperti apa, dan di Karangsong akan seperti apa,” jelas Ali di rumahnya, dekat Balai Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu.

Ternyata, papar Ali, beberapa tahun kemudian, pertumbuhan tanah timbul di muara baru Cimanuk sungguh luar biasa. Sementara itu, di pesisir Karangsong, yang biasanya tumbuh tanah timbul, justru terjadi abrasi. “Abrasinya lumayan parah.”

Keadaan makin runyam lantaran pesisir Karangsong tak dilindungi sabuk hijau. “Dulu ada hutan mangrove. Pesisir Indramayu pada 1970-an memiliki hutan mangrove yang bagus. Cuma, keberhasilan budidaya ikan mengorbankan mangrove, yang terus dibabati untuk dijadikan tambak. Apalagi pada 1998 terjadi booming udang windu. Mangrove dibabat habis hingga pinggiran pantai,” kisah Eka Tarika, ketua bidang Penghijauan Pantai Lestari.

Setelah itu, arus laut menghantam tanggul tambak. “Seberapa kuat, sih, tanggul tambak. Dihantam terus, ya, habis. Abrasi tak terelakkan, karena tidak ada sabuk hijau.”Puncak gerusan ombak Laut Jawa terjadi antara 2005 sampai 2006. Air laut menusuk daratan pesisir hingga 400 meter lebih.

Sejak tahun 2008, Kelompok Pantai Lestari mulai menggelar penanaman mangrove. Kelompok menyasar sehamparan tanah yang benar-benar kosong melompong. Tak sepucuk tanaman pun yang tumbuh. Saat pasang, air Laut Jawa menenggelamkan daratan ini. Kelompok Pantai Lestari benar-benar berangkat dari nol. !break!

“Kami ingin sepanjang pesisir ditanami mangrove. Gagasannya, menahan abrasi. Dan kita terus menanam. Lalu sedimen tanah terperangkap dan sekarang menjadi menjadi daratan,” papar Tarika seolah ingin meringkas hasil panjang pergulatan kelompoknya.

Wilayah yang ditanami mangrove berada di mulut Sungai Praja Gumiwang atau kerap disebut muara Song. Tentu saja perlu perjuangan untuk menanami daratan yang kerap tersapu ombak itu.

 Saat pertama kali menanam, ujar Tarika, memang tidak mudah. “Sehingga, kita menanam secara bertahap. Kita juga memasang alat pemecah ombak atau APO untuk mengendorkan arus yang kencang.”

Alat pemecah ombak ini untuk membentengi tanaman yang masih kecil dan lemah. Ternyata APO juga tidak begitu efektif menahan gelombang. “Kita akhirnya juga memasang waring.”

Waring berupa bentangan jaring yang bisa menangkap sedimen yang terbawa arus laut. “Ini agar pasir yang terbawa ombak terperangkap dan mengendap. Hasilnya timbul daratan baru.”