Mengingat Kembali <i>Empu Ageng</i> Edhi Sunarso, Seniman Patung Legendaris Indonesia

By , Selasa, 5 Januari 2016 | 15:00 WIB

Kabar duka datang dari keluarga maestro patung Indonesia, Edhi Sunarso. Seniman patung legendaris kepercayaan Presiden Soekarno tersebut meninggal dunia di Sleman, Yogyakarta pada Senin (4/1) malam. 

Edhi merupakan seniman patung kawakan Indonesia. Seniman yang lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 2 Juli 1932 ini telah belajar mematung sejak saat menjadi tawanan KNIL.

Ia dikenal lewat karyanya berupa patung-patung besar di Jakarta, antara lain patung Dirgantara atau biasa disebut patung Pancoran di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat dan patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

Patung Selamat Datang bisa disebut karya pertama anak bangsa berbahan perunggu. Patung itu dibuat pada tahun 1959 atas pesanan Presiden Soekarno untuk menyambut pesta olahraga Asian Games IV (1962).  Monumen ini menggambarkan sepasang  muda-mudi yang mengangkat tangan ke atas. 

Bentuk tersebut merupakan simbol sambutan bagi kontingen negara-negara peserta Asian Games 1962 yang saat itu baru tiba di Jakarta.  Para atlet yang bertanding pada Asian Games 1962 diketahui menginap di Hotel Indonesia dan bertanding di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan. 

Posisi patung yang menghadap ke arah utara disebabkan saat itu bandara internasional yang melayani rute penerbangan dari Jakarta ke kota-kota lain masih berlokasi di Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Saat ini, Monumen Selamat Datang menjadi landmark terkenal dan menjadi salah satu pusat keramaian di Jakarta. !break!

Patung Pembebasan Irian Barat berbentuk sosok lelaki bertubuh pejal yang berhasil mematahkan rantai yang membelenggu tangannya.  Bung Karno memang  menginginkan simbol yang tepat untuk menggambarkan kebebasan dari belenggu.  

“Ide memang datang dari Bung Karno. Tetapi saya menggambarkan dengan caraku sendiri," ujar Edhi, seperti dikutip dari Koran Tempo (Senin, 23 /08/2010). Bung Karno memberi kebebasan, namun, dinamika bentuk diserahkan sepenuhnya kepada seniman.

Patung yang tak pernah diresmikan

Karya monumental Edhi lainnya adalah Patung Dirgantara, atau yang lebih dikenal dengan Patung Pancoran.  Patung yang menggambarkan sosok lelaki berotot kekar dengan tangan terulur ke depan ini dibangun sebagai simbol kekuatan, kepemimpinan, dan kemegahan Indonesia di bidang kedirgantaraan. [Artikel terkait: Mitos dan Sejarah di Balik Patung Pancoran]

Patung Dirgantara dimaksudkan Bung Karno untuk menghormati jasa para pahlawan penerbang Indonesia yang atas keberaniaannya berhasil melakukan pengeboman terhadap kedudukan Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga menggunakan pesawat-pesawat bekas peninggalan Jepang. [Baca lebih lanjut: Gagasan di Balik Monumen Patung Dirgantara]

Bung Karno meminta Edhi untuk memvisualisasikan sosok lelaki gagah perkasa yang siap terbang ke angkasa. Bahkan Bung Kano kemudian berpose sambil berkata, "Seperti ini lho, Dhi. Seperti Gatotkaca menjejak bentala," ujar Edhi menirukan ucapan Bung Karno kepadanya kala itu (Majalah Angkasa Edisi Februari 2014). 

Proses pembuatan Patung Dirgantara bisa dikatakan tak semulus kedua monumen yang sudah dibuat sebelumnya. Saat itu posisi Bung Karno menjadi tidak stabil akibat kisruh politik 1965. Proses pembuatan patung pun tersendat. Edhi terlilit hutang untuk menyelesaikannya. [Baca juga: Tim Konservasi Cagar Budaya Temui Pembuat Patung Pancoran]

Bung Karno sangat berharap patung Dirgantara bisa berdiri tegak. Bung Karno bahkan menjual salah satu mobil pribadinya untuk melunasi pembuatan patung itu agar proses pembuatan patung dapat dilanjutkan. Meski saat itu kesehatan Bung Karno berada dalam kondisi sakit parah, Bung Karno tetap melihat prosesnya. Namun, saat patung hampir selesai, Bung Karno wafat. Ia tak pernah meresmikannya.!break!

Edhi merupakan seorang seniman patung yang telah menorehkan sejarah bagi negeri ini. Ia merancang dan mencipta sejumlah patung bersejarah yang kini menjadi monumen wajah Jakarta bahkan Indonesia. Edhi mendapat gelar Empu Ageng dari Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

Sepanjang kariernya sebagai seniman patung, Edhi telah menerima berbagai penghargaan. Pada tahun 1953, Ia menerima penghargaan sebagai pemenang II Sayembara Seni Patung Dunia di London-Inggris. Ia juga menerima medali emas untuk The Best Exhibit dalam All India Fine Art & Craft Exhibition tahun 1957. Pada tahun 1984, Pemerintah RI menganugerahinya Penghargaan Seni untuk Karya Monumental.

Ia juga kerap menggelar karya-karyanya. Pada tahun 1957, Edhi menggelar Pameran Tunggal di Calcuta dan Shantiniketan, India. Sejak itu, ia aktif menggelar dan mengikut pameran di berbagai negara; Perancis, Belanda, Belgia, India, Jepang, Rumania. Di Indonesia, hampir seluruh kota besar seperti di Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta ia pernah menggelar berbagai karyanya.

Sang Empu Ageng itu kini memang telah tiada,  namun semangatnya abadi. Menjelma dalam karya-karyanya yang ekspresif dan monumental. Selamat jalan, Edhi Soenarso.