Letusan Gunung Semeru Sulit Diprediksi karena Dipicu Faktor Eksternal

By Utomo Priyambodo, Jumat, 10 Desember 2021 | 08:15 WIB
Letusan Gunung Semeru. (BNPB)

Nationalgeographic.co.id—Letusan Gunung Semeru di Jawa Timur pada Sabtu lalu secara tragis merenggut nyawa setidaknya 43 orang per 9 Desember 2021 dan ratusan orang lainnya luka-luka. Lebih dari 5.000 orang terkena dampak letusan ini, dan lebih dari 2.000 orang mengungsi di 19 titik evakuasi.

Erupsi pada 4 Desember 2021 itu menghasilkan gumpalan abu yang mencapai 15 kilometer ke atmosfer, bersama dengan aliran piroklastik panas, berupa awan padat hasil campuran lava, abu, dan gas yang bergerak cepat. Semburan lumpur vulkanik yang disebut lahar juga berjatuhan menuruni lereng curam gunung berapi. Abu tebal menyelimuti desa-desa terdekat dan membuat beberapa daerah gelap gulita.

Beberapa desa tertimbun material vulkanik dan puing-puing setinggi 4 meter. Lebih dari 3.000 bangunan rusak, dan Jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Lumajang dengan kota terdekat, Malang, ambruk.

Pemberitahuan Volcano Observatory Notice for Aviation (VONA) sejak itu melaporkan aliran piroklastik lebih lanjut menuruni lereng gunung berapi tersebut, dan gumpalan abu mencapai 4,5 kilometer di atas puncaknya. Ada juga laporan aliran lava di kawah puncak.

Heather Handley, peneliti geologi dari Monash University, membuat sebuah ulasan mengenai letusan Gunung Semeru dalam sebuah artikel di The Conversation. Dia mencatat bahwa Gunung Semeru adalah salah satu gunung berapi paling aktif di Jawa, dengan aktivitas yang berlangsung selama 74 tahun dalam 80 tahun terakhir.