Pemimpin partai oposisi Taiwan Tsai Ing-wen memastikan kemenangan telak dalam pemilihan umum pada Sabtu (16/1/2015). Hal ini sekaligus bakal membuatnya sebagai presiden perempuan pertama di Taiwan sepanjang sejarah.
Dari sekitar setengah suara yang telah dihitung, Tsai melalui Partai Progresif Demokratik (DPP) memimpin perolehan suara sebesar 58,1 persen, sebagaimana penghitungan di tempat pemungutan suara (TPS) yang disiarkan langsung stasiun televisi Taiwan FTV.
Eric Chu dari partai penguasa Kuomintang (KMT) membuntuti di posisi kedua dengan perolehan suara sebesar 32,5 persen. Kandidat veteran beraliran konservatif dari Partai Rakyat Utama James Soong berada di posisi ketiga dengan 9,4 persen suara.
Baca pula : Bidhya Devi Bhandari, Presiden Perempuan Pertama Nepal
Presiden Taiwan dari KMT Ma Ying-jeou bakal lengser setelah memimpin selama dua periode atau delapan tahun.
Selama ini, partai berkuasa dikenal dekat dengan China. Sementara oposisi di pihak sebaliknya yang menyarakan terus kemerdekaan Taiwan. DPP lebih berhati-hati mendekati Tiongkok, meskipun Tsai berulang kali menyampaikan keinginannya untuk mempertahankan status quo.
Usai pemungutan suara, massa berkumpul di markas DPP di Taipei, Sabtu petang. Banyak pedagang menjual cendera mata mulai dari mug hingga gantungan kunci bergambar Tsai.
Satu kelompok kecil mengacung-acungkan banner bertuliskan "Taiwan bukan bagian dari China. Dukung kemerdekaan Taiwan."
"China tidak berhak mengklaim Taiwan dan kami ingin menyatakan hal itu kepada dunia," kata Angela Shi, anggota kelompok tersebut yang baru pulang dari San Francisco, Amerika Serikat, untuk menggunakan hak pilihnya di Taiwan.
"Taiwan butuh perubahan, baik ekonomi maupun politik," kata Lee, pria berusian 65 tahun di tempat pemungutan suara. "Pemerintah terlalu mudah bersandar pada Tiongkok," ujarnya.
Sementara pemilih lain dari kubu KMT di Kota New Taipei menyuarakan keprihatinannya.
"Anda tahu posisi Tsai dalam hubungan lintas selat. Jika tidak tepat dalam mengatasi isu dan ketegangan yang tinggi, tak satu pun akan mendapatkan manfaat," kata Yang Chin-chun, pemilik toko berusia 78 tahun.
Peringatan Beijing
Tsai mencermati strateginya menghadapi China. Namun tradisi DPP sebagai partai yang mendukung kemerdekaan Taiwan bakal membuat penentangnya menganggap dia akan memperburuk hubungannya dengan Tiongkok.
Presiden Ma dari KMT yang saat ini masih menjabat telah mengatur drama pendekatan dengan Tiongkok sejak berkuasa pada 2008.
Meskipun menjalankan pemerintahan sendiri sejak berpisah dari China setelah perang sipil pecah pada 1949, Taiwan tidak pernah mendeklarasikan kemerdekaan dan Beijing masih menganggapnya sebagai bagian dari teritorial China yang menantikan reunifikasi.
Puncak dari mencairnya hubungan terjadi dalam pertemuan antara Ma dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada November 2015.
Meskipun menghasilkan lebih dari 20 kesepakatan dan ledakan wisatawan, hubungan lebih dekat memperburuk kekhawatiran terhadap China dapat mengikis kedaulatan Taiwan dengan membuat ketergantungan ekonomi.
Rendahnya upah dan dan tingginya harga rumah juga menggelisahkan para pemilih.
Beijing telah mengingatkan bahwa tidak akan tawar-menawar dengan para pemimpin yang tidak mengakui prinsip "satu China", bagian dari persetujuan tanpa kata antara Beijing dan KMT yang dikenal dengan "Konsensus 1992". Sementara DPP tidak pernah mengakui konsensus tersebut.
Para pengamat mengatakan Tsai tidak mungkin melakukan perbuatan untuk memprovokasi Beijing jika dia memenangi Pilpres Taiwan.
Mereka juga setuju bahwa hal itu tidak akan segera menimbulkan reaksi dari China karena pengasingan Taiwan bertentangan dengan tujuan utama Beijing untuk melakukan reunifikasi.
"Hubungan keduanya akan menjadi rumit dan tidak bisa diprediksi. Mereka akan memperburuk beberapa pencapaian, namun pada saat yang sama kepentingan Beijing adalah mempertahankan Taiwan tergantung secara ekonomi," kata Jean-Pierre Cabestan, pengamat politik dari Hong Kong Baptist University.
Pemilu parlemen juga digelar pada Sabtu. KMT juga khawatir kehilangan suara mayoritasnya di lembaga legislatif.