Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Senin (1/2) malam, mengumumkan status darurat global menghadapi serangan virus Zika. Status darurat diberlakukan menyusul besaran dan cepatnya sebaran serangan serta lonjakan angka kasus mikrosefalus atau bayi lahir dengan gangguan perkembangan otak akibat infeksi virus Zika.
Di Brazil, sejak Oktober 2015, diperkirakan ada 4.000 kasus kelahiran bayi dengan mikrosefalus. Meski belum ada bukti ilmiah biang mikrosefalus adalah virus Zika, WHO, berdasarkan rekomendasi para ahli independen, memutuskan darurat global.
Direktur Jenderal WHO Margaret Chan menyebut sebaran virus Zika sebagai kejadian luar biasa dan mensyaratkan respons yang terkoordinasi.
“Sesuai agenda global, kita harus menyikapi seruan WHO itu dengan langkah pencegahan, deteksi dini dan merespons serangan virus Zika. Ini harus dilakukan secara kolaboratif, dengan mengerahkan seluruh sumber daya,” kata Deputi Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, di Jakarta, Selasa (2/2).
Eijkman merupakan lembaga yang pertama mengisolasi virus Zika di Indonesia dan telah melaporkannya ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada 2015. Temuan diperoleh setelah para peneliti Eijkman menguji sampel pasien demam di salah satu rumah sakit swasta di Jambi, menyusul serangan dengue di wilayah itu.
Oleh karena virus Zika dipastikan sudah masuk ke Indonesia, ujar Herawati, yang mendesak dilakukan adalah melakukan surveilans sistematis. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki gambaran besaran serta sebaran serangan virus Zika.
Merebaknya demam berdarah dengue (DBD) di sejumlah daerah sepatutnya diikuti deteksi virus Zika. Sebab, nyamuk pembawa virusnya sama, yaitu Aedes aegypti.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, Kemenkes telah mengirim surat kepada daerah agar meningkatkan kewaspadaan atas kemungkinan infeksi virus Zika di daerah. Salah satu yang bisa dilakukan adalah memperkuat kelompok kerja fungsional DBD untuk menggiatkan pemberantasan sarang nyamuk.
“Peran masyarakat sangat penting dalam upaya pencegahan,” lanjut Oscar.!break!
Pemetaan sebaran
Herawati mengatakan, pemetaan sebaran virus atau surveilans penting. “Surveilangs untuk mengetahui angka serangan di Indonesia. Bagaimana kita bisa mengatasi serangan virus ini kalau belum tahu pasti sebarannya?” ujarnya.
Berdasarkan data Eijkman, virus Zika kemungkinan sudah masuk ke Indonesia sejak puluhan tahun lalu, dan tersebar. Dugaan dari laporan sejumlah peneliti yang dipublikasikan di berbagai jurnal internasional, meliputi Klaten (Jawa Tengah) pada 1981, Lombok (NTB) pada 1983, Jakarta (2013) dan Bali (2015).
Dua turis Australia dalam waktu berbeda diketahui terinfeksi Zika setelah mengunjungi Indonesia. Namun perlu uji lebih pasti untuk memastikan infeksi itu benar-benar dari Indonesia.