“Kami belum tahu bagaimana dampak virus Xika di Indonesia. Datanya masih minim dan ini termasuk yang harus segera dikumpulkan.Yang jelas, strain virus Zika di Indonesia dengan Brazil ataupun yang di Mikronesia masih satu kluster, yaitu tipe Asia,” tutur Herawati.
Dirjen pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes M Subuh menambahkan, semua kantor kesehatan pelabuhan juga sudah diperingatkan agar memperketat cegah tangkal penyakit sesuai standar International Health Regulation. Kemenkes juga sedang membuat prosedur operasional standar surveilans virus Zika dan penanganan kasusnya di rumah sakit, termasuk penguatan jejaring rujukan.
Menurut Subuh, pihaknya telah memiliki pemetaan penyakit berdasarkan penyebabnya, apakah itu virus, bakteri atau parasit. Akan tetapi, penyakit terus berkembang. Oleh karena itu, ke depan, surveilans akan dimutakhirkan dan diawasi ketat.
Sekalipun virus Zika diduga sudah lama masuk Indonesia, sejauh ini kasusnya memang masih rendah. “Ini bisa jadi karena fenomena puncak gunung es atau karena memang kemampuan penyebarannya di Indonesia tidak semasif dengue,” kata Kepala Unit Dengue Lembaga Eijkman Tedjo Sasmono.
Fenomena puncak gunung es sangat mungkin karena gejala yang ditimbulkan infeksi virus Zika cenderung tidak separah demam karena dengue atau chikungunya. Ciri lain dari serangan Zika adalah ruam di kulit dan radang merah di mata penderita. Namun, gejala-gejala ini biasanya hilang sendiri tanpa perlu diobati.
Tidak terdeteksinya serangan virus Zika, kata Tedjo, juga disebabkan teknologi dan sumber daya manusia di Indonesia untuk mendeteksinya masih terbatas.
“Sementara sambil menguatkan kemampuan laboratorium di tempat lain, deteksi bisa dilakukan di Eijkman. Ini real time dan jangka pendek. Jangka panjangnya, perlu dilakukan pelatihan supaya pemeriksanya terstandar dan banyak laboratorium yang bisa melakukan,” ujar Herawati.!break!
Lonjakan Mikrosefalus
Berdasarkan laporan WHO pada awal Januari 2016 ditemukan 3.174 bayi di Brazil yang mengalami mikrosefalus, termasuk 38 bayi meninggal. Sebalum ada serangan virus Xika, pada 2010-2014 angka kelahiran bayi dengan kasus mikrosefalus di Brazil rata-rata 162 bayi per tahun. Para ahli masih mencari keterkaitan infeksi virus Zika dengan kelahiran bayi dengan mikrosefalus.
Kewaspadaan terhadap Zika secara global juga terkait penyakit saraf langka guillain-bare syndrome (SGB) atau peradangan akut merusak sel saraf. “Kaitan Zika dan SGB banyak dilaporkan di Kepulauan Mikronesia,” kata Tedjo.
Sejalan dengan penetapan darurat global, salah satu dampaknya adalah membuka akses pendanaan pada pencarian obat atau vaksin virus Zika meski diperlukan waktu yang tidak sebentar.
Seperti diberitakan, virus Zika pertama kali ditemukan di Uganda tahun 1947. Virus itu memiliki dua tipe, yaitu Asia dan Afrika. Kini, secara masif virus itu merebak di Amerika Latin sehingga Pemerintah Amerika Serikat memberi peringatan perjalanan khusus bagi warganya yang berkunjung ke daerah endemik, seperti Amerika Latin.
Meski demikian, WHO menegaskan bahwa darurat global itu belum perlu diikuti larangan perjalanan atau larangan perdagangan. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan.
Sebelumnya, WHO berada dalam tekanan agar bertindak cepat menangani Zika. WHO mengakui lambat dalam merespons wabah ebola yang merebak di beberapa wilayah Afrika Barat dan menewaskan lebih dari 10.000 orang dalam dua tahun terakhir.
Ini untuk keempat kalinya WHO menyatakan keadaan darurat kesehatan global sejak prosedur itu mulai diberlakukan tahun 2007. Sebelumnya, darurat global dikeluarkan untuk influenza, ebola dan polio.