Burung Berbicara asal Afrika Ini Menghilang dari Alam Liar

By , Selasa, 4 Oktober 2016 | 16:00 WIB

Lebih dari seribu ekor burung Beo abu-abu Afrika baik yang memiliki warna putih abu-abu maupun yang berwarna abu-abu merah, mendiami sebuah hutan di Ghana pada tahun 1990-an.

Namun, penelitian pada 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Ibis mengungkapkan, terdapat permintaan terhadap burung ini sebagai hewan peliharaan.

Menurut penelitian tersebut, perdagangan sebagai hewan peliharaan, dan berkurangnya jumlah hutan, khususnya dalam penebangan pohon-pohon besar yang menjadi tempat burung beo ini berkembang biak, menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan jumlah burung beo ini.

Luar biasa hebat dalam menirukan ucapan manusia, burung beo abu-abu Afrika adalah hewan pendamping berharga di setiap rumah seluruh dunia. Para peneliti juga sudah menunjukkan bahwa burung beo abu-abu ini memiliki kecerdasan setara dengan kecerdasan balita berusia dua hingga lima tahun, yang mampu mengembangkan kosa kata yang terbetas dan bahkan membentuk kalimat sederhana.

Baca juga : Kesepakatan Bersejarah Lindungi Hutan Tropis di Kanada

Ghana menyumbang sebanyak 30.000 mil persergi (75.000 km persegi) hutan dari jumlah keseluruhan, namun merupakan wilayah yang mengalami kerugaian paling dahsyat dalam penurunan jumlah burung beo abu-abu.

"Populasi burung beo abu-abu di Ghana sudah menurun secara serempak dan saat ini spesies tersebut menjadi sangat langka di seluruh negeri," kata Nigell Collar dari Birdlife International, sebuah kemitraan global yang bergerak dalam bidang pelestarian burung dan habitatnya. Collat adalah salah satu penulis yang mencatat sebuah laporan dan telah mencatat bahwa sejak 1992, Ghana sudah kehilangan sebanyak 90-99 persen burung beo abu-abu nya.

"Saya tidak terkejut bahwa African Grey menghilang dari Ghana," kata Steve Boyes, seorang spesialis burung beo Afrika dan National Geographic Emerging Explorer.

Kami juga melihat kepunahan lokal yang terjadi di Uganda, Rwanda, Tanzania, dan di seluruh wilayah jangkauan mereka. Kami menyebutnya sebagai "African Silence."

Burung beo abu-abu Afrika adalah hewan yang paling sering diperdagangkan sebagaimana dicatat oleh Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), sebuah badan yang mengatur perdagangan satwa liar di dunia.

Ada sebanyak 800.000 perdagangan impor yang legal sejak tahun 1980. Namun angka ini tidak memperhitungkan jumlah burung beo yang diambil dari hutan.

Burung beo abu-abu liar sangat rentan terhadap kematian di dalam penangkaran, dan sudah diperkirakan sebanyak 45 sampao 65 persen dari burung abu-abu binasa sebelum mencapai pasar ekspor.

Pada tahun 1992, Amerika Serikat melarang impor liar terhadap burung Abu-abu Afrika, diikuti oleh Uni Eropa pada tahun 2007. Namun, penangkaran untuk perdagangan yang terus berkembang dan berlanjut akan memberikan kontribusi dalam penurunan jumlah burung tersebut di alam liar.

"Apa yang tidak akan diketahui oleh kebanyakkan orang," kat Rowan Martin, Director of teh World Parrot Trust, sebuah organisasi konservasi yang berasal dari Amerika Serikat, "Adalah Industri penangkaran di beberapa bagian dunia, khususnya Afrika Selatan dan Timur Tengah, sangat bergantung pada perkembangan burung ini di alam liar."

CITES saat ini menyerukan larangan total terhadap semua perdagangan burung beo liar. Sebagian besar negara sidah menerapkan larangan, namun Kamerun masih memiliki ekspor kuota dari CITES sebanyak 1.600 ekor burung beo. Proposal akhir akan dipilih di dalam CITES Conference of the Parties selanjutnya , di Johannesburg, Afrika Selatan.

Baca juga : Myanmar dan Perdagangan Ilegal Trenggiling

"Jika ada negara yang mengizinkan perdagangan burung liar dari spesies ini, hal tersebut akan menjadi tindakan yang paling penting dan dapat diterapkan untuk membantu menyelamatkan spesies di alam liar," kata Martin. "Perdagangan ilegal akan bertahan, namun kemungkinan bahwa skalanya akan jauh berkurang. "

Menghilangkan permintaan untuk burung liatr ini di negara-negara konsumen adalah bagian dari solusi, terutama di pasar negara berkembang seperti Singapura, Bahrain, dan Pakistan, tempat masyarakat lokal masih percaya dengan kekuatan spiritual beo dan menggunakan kepala dan bulu mereka sebagai jimat dan benda-benda ritual.

Selain itu, masyarakat perlu menyadari bahwa burung ini dapat hidup hingga 65 tahun dan mereka merupakan burung yang senang bersosialisasi, terbang dalam kawanan besar dan selama beberapa kilometer  dalam sehari. Mereka sangat interaktif, membentuk ikatan erat satu sama lain dan dalam kelompok sosial mereka.

"Kami menyebut mereka sebagai 'singles clubs, dimana mereka akan bertemu dengan burung-burung lain dan menemukan pasangan hidup mereka yang akan menjadi pasangan seumur hidup mereka," kata Boyes.

Mereka menggunakan semua kemampuan komunikasi mereka untuk meniru suara dan membuat panggilan yang unik dan sangat penting dalam kehidupan mereka di alam liar.

"Itu adalah hal yang sangat istimewa bagi kita untuk melindungi dan menghargai, Jika mereka terjebak dalam perangkap, dan dimasukkan ke dalam penangkaran, mereka menjadi patah hati. Itulah yang terjadi pada burung-burung ini saat mereka kehilangan kebebasan mereka."