Memata-matai Sang Pemuja Madu

By , Selasa, 16 Februari 2016 | 08:30 WIB

“Dalam sejarah beruang,” ungkap Caecilia Nurimpikanasari, “tidak ada beruang yang dianggap jelek.” Caecilia merupakan Kepala Divisi Pendidikan Lingkungan Hidup KWPLH. Dia menunjukkan kepada saya sebuah papan di ruang pendidikan interaktif. Papan tersebut menerangkan berbagai legenda yang memuliakan beruang dari berbagai tradisi budaya dunia. Dari suku Inuit di Kutub Utara, suku Indian Cherokee di Amerika Utara, Kolombia, Yunani, Jepang, Korea, Tibet, hingga Dayak.

Dalam leganda suku Dayak dikisahkan seekor beruang madu dan seekor kijang tidak sengaja memakan tumbuhan yang sudah dikencingi dua orang lelaki. Kedua satwa itu kemudian hamil dan melahirkan anak manusia. Keduanya juga berubah menjadi manusia. Akhirnya, mereka hidup bersama suami dan anak -anak mereka.“Dayak tidak mungkin berburu beruang,” ungkap Caecilia, “karena mereka punya legenda sendiri dari nenek moyang mereka—kearifan.”

Kisah ini pernah terbit dalam buklet National Geographic Traveler 2014.

Suvenir dari Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup. Dana yang terkumpul dari penjualan suvenir akan digunakan untuk perawatan beruang madu. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)