Dua orangutan dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan Barat, Selasa (8/3). Ini merupakan kali pertama pelepasan orangutan yang dilakukan oleh International Animal Rescue Indonesia (IAR) bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar dan Balai TNBBBR.
Kedua orangutan yang dilepasliarkan bernama Mata dan Mynah. Mata merupakan orangutan jantan dewasa korban kebakaran hutan yang diselamatkan oleh tim IAR dan BKSDA pada bulan Desember silam di Sei Mata-mata, Kabupaten Kayong Utara.
Sedangkan Mynah adalah orangutan betina yang diselamatkan dari perkebunan milik warga di Tanjungpura, Ketapang. Karena kondisi hutan yang telah habis terbakar, mereka dibawa ke IAR untuk menjalani perawatan sembari menunggu tim menemukan hutan yang cocok untuk mengembalikan mereka ke habitatnya.
Tim medis IAR sudah memastikan bahwa Mata dan Mynah sudah dalam kondisi yang sehat dan siap untuk dikembalikan ke habitatnya. “Orangutan ini sudah melalui prosedur karantina dan dilakukan berberapa macam test untuk memastikan bahwa dari sisi kesehatan orangutan ini siap untuk kembali ke habitatnya,” jelas drh. Ayu Budi, Animal Care Manager IAR.
Mata dan Mynah dilepaskan di Resort Mentatai, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi. Kawasan yang masih berada di bawah pengelolaan TNBBBR Wilayah I ini dipilih karena keanekaragaman jenis dan jumlah pohon pakan untuk orangutan cukup tinggi serta populasi alami orangutannya rendah.
Hal ini diketahui berdasarkan survey yang dilakukan oleh IAR sejak tahun 2013 lalu. Drh. Karmele Sanchez selaku direktur program IAR Indonesia menyatakan bahwa survey lokasi sudah dilakukan dengan melibatkan orang yang kompeten di bidangnya.
“Kita sudah survey lokasinya, mengidentifikasi tumbuhannya, serta menghitung kepadatan orangutan di sana. Hasilnya kita mendapatkan fakta bahwa populasi orangutan di TNBBBR sudah terlalu rendah,” ujar Sanchez.
Dengan adanya progam pelepasan orangutan ini, diharapkan populasi orangutan di TNBBBR meningkat dan menjauhi kepunahan.
Selain survey kondisi hutan, IAR juga melakukan survey sosial kemasyarakatan untuk mengetahui pendapat masyarakat sekitar mengenai program pelepasan orangutan. Survey ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar kawasan pelepasan.
Resolusi Konflik
Setelah melakukan beberapa studi kelayakan lokasi pelepasan orangutan, IAR menyimpulkan TNBBBR adalah lokasi yang paling memungkinkan dari sisi habitat dan dari sisi perlindungannya.
Masyarakat di sekitar TNBBBR setuju dengan program pelepasan ini dan berkomitmen untuk berperan aktif dalam pemeliharaan habitat orangutan. Hal ini diperkuat dengan adanya MoU antara Balai TNBBBR dan masyarakat Desa Mawang Mentatai dan Desa Nusa Poring.
Kepala Balai TNBBBR, Bambang Sukendro menyampaikan bahwa dalam zonasi TNBBBR, terdapat zona tradisional di Resort Mentatai yang difungsikan untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat.
“Dengan adanya kerjasama pengelolaan zona tradisional di Resort Mentatai ini, permasalahan tenurial yang selama lebih dari 10 tahun terjadi dapat diselesaikan,” ungkap Bambang.
Pemberian akses kepada masyarakat setempat dalam pemanfaatan zona tradisional dimungkinkan dan dilakukan melalui mekanisme kerjasama sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 dan PP Nomor 108 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Nantinya Balai TNBBBR juga akan melakukan pengembangan pemanfaatan zona tradisional di Resort Mentatai ini. Dengan begitu, diharapkan keberlangsungan hidup masyarakat setempat dapat terjamin dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya yang ada di Zona Tradisional TNBBBR.
“Disamping itu kegiatan pengelolaan Taman Nasional seperti misalnya program pelepasliaran Orangutan oleh IAR selaku mitra TNBBBR juga dapat berjalan.”
Upaya taman nasional tersebut mendapat dukungan penuh dari Ketua DPRD Kabupaten Melawi, Abang Tajudin. “Kami siap untuk membantu melakukan sosialisasi dalam rangka pelestarian lingkungan di Kabupaten Melawi ini. Bahkan bila perlu kami akan mendorong terbentuknya peraturan daerah untuk konservasi di daerah penyangga TNBBBR,” katanya.
Dukungan juga mengalir dari Ketua Umum IAR Indonesia, Tantyo Bangun. Ia mengatakan bahwa program pelepasliaran orangutan ini dapat menjadi salah satu program untuk mengisi kesepakatan pengelolaan zona tradisional. Program ini akan melibatkan warga secara partisipatif, baik dari sisi monitoring, survey, penelitian dan lain-lain.
“Kami ingin menempatkan Orangutan sebagai satwa yang dilindungi dapat memberikan manfaat langsung ke masyarakat di sekitar habitatnya,” ungkap Tantyo.