Iklim Kian Terpuruk, Kenali Lahan Gambut untuk Mencapai Karbon Netral

By Fikri Muhammad, Kamis, 16 Desember 2021 | 09:00 WIB
Hutan di Kampung Minta terdampak kebakaran besar di Kalimantan pada tahun 1997-1998 dan menghanguskan 5.000 hektare hutan di kawasan tersebut. Salah satu permasalahan lahan gambut. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Lahan gambut merupakan jenis lahan basah yang terdapat di hampir setiap negara. Diketahui bahwa ia menutupi setidaknya tiga persen permukaan lahan global. Istilah 'lahan gambut' mengacu pada tanah gambut dan habitat lahan basah yang tumbuh di permukaan.

Kondisinya tergenang air sepanjang tahun dan memperlambat dekomposisi tanaman. Sehingga tanaman yang mati dan menumpuk itu akan membentuk gambut. Di dalamnya tersimpan karbon yang diserap tanaman dari atmosfer, memberikan efek pendinginan bersih dan membantu mengurangi krisis iklim.

Lanskapnya bervariasi, dari rawa selimut beriklim sedang dengan vegetasi terbuka tanpa pohon di Flow Country, Skotlandia hingga hutan rawa di Asia Tenggara. Tetapi, degradasi dan eksploitasi berlebihan menyebabkan lepasnya sejumlah besar gas rumah kaca. Ini disebabkan kurangnya kesadaran akan manfaat lahan gambut. Kegiatan seperti drainase, konversi lahan, pembakaran, dan penambangan pun kerap terjadi. Sehingga 80% lahan gambut telah rusak, menurut laman IUCN.

Mengapa bentang alam ini amat penting? Rupanya ia mampu memerangi perubahan iklim dan membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dunia. Maka perlindungan dan pemulihannya sangat penting dalam transisi menuju tatanan masyarakat nol karbon. Istilah lainnya adalah karbon netral, keadaan ketika emisi karbon yang diproduksi manusia terserap kembali sehingga tak sempat menguap ke atmosfer, demikian menurut Forestdigest.