Neraka di Bumi Ini Bernama Burundi, "Dunia Tak Peduli dengan Kami"

By , Sabtu, 16 April 2016 | 19:00 WIB

Kedua bersaudara itu meninggalkan makam adiknya, yang tewas ditembak pasukan pemerintah tahun lalu. Burundi telah berubah menjadi medan kekerasan yang mematikan.

Warga yang selamat dan mengungsi memperingatkan, ketika kekerasan menyebar dan rumor tentang berkembangnya  pelatihan milisi oposisi di negara-negara tetangga, pemerintah takut kehilangan kekuasaannya.

Pemerintah menyebarkan propaganda berbau etnis, yang dalam sejarah kelam masa lalu telah menjadi kenangan terburuk di negara tetangga Rwanda.  Dunia tampaknya tidak menyadari.

Hanya ada sedikit kesadaran internasional tentang penghentian disintegrasi Burundi.

Kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan mengatakan, tidak ada minat orang untuk membantu dana, memberikan sumbangan pangan, dan menyediakan tempat tinggal bagi korban.

"Negara kami sedang berada di ambang perang, dan kami merasa dilupakan," kata Genevieve Kanyange, seorang pembelot, toko senior dari partai yang berkuasa yang telah mengungsi.

Kekerasan telah dimulai tahun lalu ketika presiden yang flamboyan, Pierre Nkurunziza, seorang bekas guru, komandan milisi, seorang Kristen yang kuat, mengumumkan bahwa ia mengabaikan konstitusi. Ia ingin maju lagi menjadi presiden untuk masa jabatan ketiga.

Pengumuman Nkurunziza itu memicu upaya kudeta, namun gagal. Kekerasan politik, yang mengarah kepada etnis, meningkat menjadi kekerasan permanen.

Setiap hari terjadi pembunuhan, dengan lebih dari 100 orang melarikan diri setiap hari ke perbatasan Tanzania.

Mereka bergabung dengan 250.000 orang lebih yang telah lebih dahulu mengungsi ke Tanzania, Rwanda, Uganda, dan Republik Demokratik (RD) Kongo pada akhir tahun lalu.

Kam-kamp pengungsi penuh sesak dan kekurangan makanan. Bantuan sangat terbatas, penderitaan meningkat, korban tewas berjatuhan, dan penyakit mematikan juga menghantui pengungsi.

"Mereka mengambil uang kami, mengalahkan kami dan bertanya, 'Apakah kalian tidak mendukung presiden'?" kata Kigeme Kabibi, seorang ibu berusia 30 tahun yang melarikan diri setelah suaminya ditembak mati di Burundi.

Warga Burundi di perantauan menyebut negaranya telah berubah menjadi sebuah neraka bagi kemanusiaan.