Keuntungan penjualan produk-produk tersebut 80 persen diberikan kepada pengerajin, sementara 20 persen masuk kas KPSM. “Tapi yang 20 persen ini masih di bagi-bagi lagi, ada yang murni masuk kas, ada juga yang digunakan untuk operasional KPSM lain,” tukas Hariadi.
Selain mendatangkan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat, keberadaan KPSM ini juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. “Di dusun kami sudah tidak lagi terlihat timbunan sampah, masyarakat setempat sudah sadar mengenai pengelolaan sampah,” tambahnya.
Tidak hanya tas, berbagai aksesoris berbahan plastik bekas juga dipamerkan dan dijual. Lihatlah bross-bross ini, cantik bukan? Siapa sangka, ternyata bahan bakunya adalah plastik bekas botol air mineral. (Lutfi Fauziah/National Geographic Indonesia)
Menurut Hariadi, pengelolaan limbah plastik dengan cara ini justru lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan pemerintah terkait plastik berbayar.
“Uang dua ratus rupiah itu perginya kemana? Untuk kepentingan lingkungan atau malah justru menguntungkan supermarket-supermarket yang menerapkan kebijakan itu?” tanyanya.
Hariadi berpendapat, sebenarnya tak masalah jika kebijakan plastik berbayar itu diterapkan, asalkan uang yang dibayarkan masyarakat untuk membeli plastik tersebut digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungan. “Kita lihat saja dulu hasil kebijakan itu akan seperti apa,” pungkasnya.