Nationalgeographic.co.id—Penelitian baru dari University of Massachusetts Amherst telah memberikan jawaban baru untuk salah satu pertanyaan misteri dalam sejarah klimatologi, sejarah lingkungan dan ilmu bumi: apa yang menyebabkan Zaman Es Kecil? Jawabannya, sekarang kita tahu, adalah sebuah paradoks: pemanasan.
Zaman Es Kecil adalah salah satu periode terdingin dalam 10.000 tahun terakhir, periode pendinginan ini sangat terasa sekali di wilayah Atlantik Utara. Mantra dingin ini, yang diperdebatkan lama oleh para pakar, tampaknya telah ditetapkan sekitar 600 tahun yang lalu, sebagai yang bertanggung jawab atas kegagalan panen, kelaparan, dan pandemi di seluruh Eropa, yang mengakibatkan kesengsaraan dan kematian bagi jutaan orang.
Sampai saat ini, mekanisme yang menyebabkan keadaan iklim yang keras ini tetap tidak meyakinkan. Namun, sebuah makalah baru yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal Science Advances pada 15 Desember 2021 dengan menuliskan judul Little Ice Age abruptly triggered by intrusion of Atlantic waters into the Nordic Seas, memberikan gambaran terkini tentang peristiwa yang menyebabkan Zaman Es Kecil. Anehnya, pendinginan tampaknya dipicu oleh episode hangat yang tidak biasa.
Ketika penulis utama studi ini, Francois Lapointe, peneliti postdoctoral dan dosen geosains di UMass Amherst dan Raymond Bradley, profesor terkemuka dalam geosains di UMass Amherst mulai dengan hati-hati memeriksa rekonstruksi suhu permukaan laut Atlantik Utara selama 3.000 tahun, yang hasilnya dipublikasikan di Prosiding National Academy of Sciences pada tahun 2020, mereka melihat sesuatu yang mengejutkan, yaitu perubahan mendadak dari kondisi yang sangat hangat di akhir 1300-an ke kondisi dingin yang belum pernah terjadi sebelumnya di awal 1400-an, hanya 20 tahun kemudian.
Lapointe dan Bradley mencoba menganalisis sekian banyak catatan laut yang terperinci, hingga mereka menemukan bahwa ada perpindahan air hangat ke utara yang sangat kuat di akhir tahun 1300-an yang mencapai puncaknya sekitar tahun 1380. Akibatnya, perairan di selatan Greenland dan Laut Nordik menjadi jauh lebih hangat dari biasanya. "Tidak ada yang mengenali ini sebelumnya," catat Lapointe.