Lestarikan Dugong untuk Lamun dan Manusia

By , Rabu, 4 Mei 2016 | 17:00 WIB

"Minimnya data dan informasi sebaran populasi dugong dengan tingkat ancamannya menyebabkan otoritas pengelola sulit untuk menentukan prioritas rencana aksi konservasi," kata Wawan Ridwan, Direktur Program Coral Triangle WWF Indonesia.

Tantangan lain adalah minimnya pengetahuan masyarakat bahwa dugong merupakan mamalia laut yang dilindungi. Ini terbukti dengan banyaknya kasus dugong yang diikat, dianggap sebagai piaraan.

"Masih ada juga masyarakat di Kutawaringin Barat yang menggemari daging dugong. Kalau ada daging dugong, pestanya lebih mewah dari pesta perkawinan," kata Wawan Kiswara. Wawan Ridwan menambahkan, dugong juga kerap menjadi korban tangkapan samping. "Tapi ketika tertangkap, tak dilepaskan. Kadang dipelihara hingga 12 tahun," katanya.

Simposium tentang dugong, kata Sekretaris Jenderal Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agus Dermawan akan menjawab sejumlah tantangan dalam pelestarian dugong.

"Target dua hari simposium ini, kita akan kumpulkan informasi terkini dari aspek ekologi dan ancaman dugong, buat status terkini tentang populasi dugong dan habitat lamun, serta bangun jejaring pemerhati dugong," jelasnya.

Ia menuturkan, KKP telah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk pelestarian 20 spesies hewan laut di mana dugong adalah salah satunya.

Indonesia tahun ini dapat dana pelestarian dugong dari Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund, United Nations Environment Programme (UNEP), Conservation of Migratory Species of Wild Animals (CMS), dan Global Environmental Facility(GEF).

"Dana yang didapatkan 829.353,2 US Dollar atau sekitar Rp 11 miliar untuk tiga tahun. Rencananya untuk program hingga akhir tahun 2018," jelas Agus.

Dengan dana itu, KKP dan pihak terkait akan memperkuat kebijakan nasional untuk konservasi dugong, meningkatkan kesadaran konservasi dugong, serta membangun upaya pelestarian berbasis komunitas.