Kala Terumbu Karang Sumatera Barat Memutih...

By , Sabtu, 30 April 2016 | 12:00 WIB

Saat ini, katanya, tangkapan nelayan Sumbar mencapai 320.000 ton pertahun, dengan kerusakan terumbu karang, pendapatan nelayan nisa hilang sampai Rp45 miliar pertahun.

Saat ini, ada sekitar 13.000 nelayan aktif terkena dampak coral bleaching. Dengan kerusakan terumbu karang, kata Eni, akan terjadi mortalitas alami ikan plagis karena tak tersedia makanan. Tingkat kematian ikan alami pun akan meningkat. “Contoh jika satu induk ikan bertelur 100.000 , karena tak tersedia rumah sebagai tempat bermain dan mencari makan, maka benih-benih ikan akan hilang sampai 60%.”

Coral bleaching, merupakan faktor alam dan tak bisa pulih dalam waktu cepat. Untuk itu, mitra Bahari Nasional sedang mendiskusikan bagaimana mencari solusi nelayan tak terlalu terpuruk.

Saat ini, katanya, usulan solusi mengembangkan budidaya kerapu dan rumput laut terutama di pulau-pulau, seperti gugusan Pulau Pandan, Pesisir Selatan, Pasaman Barat.

“Ini sudah kami diskusikan dan sejalan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mau meningkatkan pendapatan nelayan, seperti memperbanyak budidaya ikan di pesisir, membuat lebih banyak rumah ikan (rumpon) hingga jika terjadi faktor alam seperti ini migrasi ikan tak terlalu cepat.”

Sumbar, lanut lumbung benih ikan karena hamparan mangrove tempat telur ikan tersebar di Kepulauan Mentawai dan Airbangis, Pasamanbarat. Ikan-ikan akan besar di padang lamun dan terumbu karang tersebar di perairan laut Sumbar. Tak heran, Sumbar banyak ikan plagis (ikan karang).

Faktor alam dan  eksploitasi pesisirAndry Indryasworo Sukmoputro, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang mengatakan, coral bleaching merupakan fenomena alam rutin dampak perubahan kondisi alam maupun iklim ditambah tekanan ekploitasi sumber daya pesisir dan laut juga pengaruh virus pada koloni karang.

Coral bleaching makin lama makin cepat. Sebelumnya, setiap 16 tahun sekali dengan luasan tak terlalu luas, kini makin cepat hingga mengkhawtirkan kala pemulihan lebih lambat dari kerusakan.

BPSPL Padang, kata Andry, memetakan sebaran coral bleaching bersama-sama UBH dan ahli terumbu karang. Untuk mencegah kerusakan makin luas, BPSPL sedang sosialisasi terutama di wilayah-wilayah potensi pariwisata agar menghentikan atau menunda selam yang mengalami pemutihan. Juga tak memperkenankan wisatawan atau masyarakat memanfaatkan terumbu karang mati.

Kini, KKP bekerjasama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat memetakan fenomena pemutihan karang ini secara nasional. “Saya rasa hampir merata seluruh Indonesia kecuali beberapa daerah seperti Kepulauan Anambas masih bertahan.”

Di pesisir barat Sumatera khusus Sumatera Barat, katanya, pemutihan hampir merata puncaknya diperkirakan April-Mai ini. “Bahkan terumbu karang di kawasan konservasi perairan nasional Pieh ada kedalaman 20 meter. Biasa, pemutihan hanya pada kedalam permukaan kurang 10 meter.”