Sebanyak 10 awak kapal pandu Brahma 12 yang disandera kelompok teroris Filipina Abu Sayyaf sejak Sabtu (26/3/2016) berhasil dibebaskan. Kapal bermuatan batubara tersebut bertolak dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanggal 15 Maret 2016 menuju Filipina.
Kepala Kepolisian Jolo, Filipina, Junpikar Sitin mengatakan, mereka dibebaskan pada Minggu tengah hari. Beberapa orang tak dikenal mengantar semua kru kapal tunda itu ke kediaman Gubernur Abdusakur Tan Jr di Pulau Jolo di tengah hujan lebat.
Para awak kapal dan seluruh muatan batubara dibawa penyandera ke tempat persembunyian mereka di salah satu pulau di sekitar Kepulauan Sulu. Kelompok Abu Sayyaf kemudian meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp 14 miliar untuk membebaskan para sandera.
Minister Counsellor, Koordinator Fungsi Politik dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Manila, Filipina, Eddy Mulya yang juga merupakan salah satu negosiator menekankan bahwa pembebasan 10 WNI tersebut murni atas hasil negosiasi tanpa adanya uang tebusan.
"Ini full negosiasi. Ada sahabat saya Pak Baidowi dengan teman-teman mereka yang atur, kita tindak lanjutnya," tutur Eddy kepada Kompas.com, Minggu (1/5) malam.
Keberhasilan diplomasi pemerintah Indonesia bersama pihak-pihak terkait dalam membebaskan 10 WNI mendapatkan banyak apresiasi. Namun, pemerintah diharapkan tak lengah dan terlalu larut dalam euforia. Sebab, masih ada empat warga negara Indonesia yang masih disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina.
Pengalaman Indonesia bebaskan sandera tahun 2005
Sebelum ini, Indonesia sudah memiliki pengalaman membebaskan seorang WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di wilayah Filipina selatan pada 2005.
Pada 30 Maret 2005, tiga orang WNI mulai disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Pihak Filipina menggelar operasi militer pada 12 Juni 2005 dan berhasil membebaskan dua sandera. Tetapi, dua agen militer mereka terbunuh dalam operasi tersebut.
Adapun satu orang sandera lainnya, yaitu Ahmad Resmiadi, dibawa kabur oleh kelompok penculik Abu Sayyaf ke dalam hutan..
"Setelah itu, Filipina janji satu minggu akan ada operasi militer, tapi saya tunggu seminggu, dua minggu, hingga sebulan, tidak ada berita. Mulailah saya turun," jelas Inspektur jenderal (purnawirawan) Benny Joshua Mamoto seperti dilansir dari BBC Indonesia.!break!
Pada saat itu, Benny Mamoto ditunjuk oleh Kapolri (saat itu) Jenderal Da'i Bachtiar untuk membantu operasi yang bersifat "rahasia". Mereka ditugaskan untuk membebaskan tiga orang anak buah kapal (ABK) Kapal Bonggaya 91 yang diculik kelompok Abu Sayyaf.