LIPI Temukan Tikus Baru Kala Ekspedisi di Sulawesi

By , Rabu, 18 Mei 2016 | 20:00 WIB

Tikus yang dibedah itu betina. Juno menarik kantong rahim dan kelamin. Kantong rahim bercabang dua. Berbeda dengan tikus pemukiman, kantong rahim bisa delapan.

Tikus hutan berkembang biak tidak sebanyak koleganya di wilayah pemukiman. “Tikus hutan paling anak dua sampai empat. Kalau tikus pemukiman bisa delapan atau lebih,” kata Anang.!break!

Di Mamasa, sebagian warga masih mengkonsumsi tikus. Tak  heran warga dapat membedakan jenis tikus. Bahasa setempat tikus adalah balao.

Hari itu, Ramba, warga Mamasa, duduk dekat perapian sekaligus dapur umum, melafalkan beberapa nama, seperti balao barambang, balao wai, lewa-lewa, kambalo, dan sederetan nama lain.

Lewa-lewa dan kambola adalah tikus yang belum memiliki nama ilmiah. “Kita butuh proses panjang. Akan dianalisis dulu di laboratorium. Lalu membuatkan deskripsi. Setelah itu barulah ditentukan apakah jenis baru atau bahkan genus baru,” kata Anang.  “Tapi secara morfologi, lewa-lewa dan kambola jelas sangat berbeda.”

Tikus hutan jelas berbeda dengan tikus wilayah pemukiman. Di hutan, makanan tikus jauh lebih berih, bisa sisa tanaman, sisa buah, atau beberapa daging mamalia kecil. Tikus pemukiman memakan makanan busuk, sisa makanan, tentu saja membawa beberapa virus. “Tikus hutan tak jorok. Bersih.”

Balao wai atau tikus air (Waiomys mamasae) dan tikus akar (Gracilimus radix) adalah genus baru ditemukan 2010. Pada 2012 ditemukan pula tikus ompong (Paucidentomys vermidax). Menurut Anang, tikus akar dan tikus air hingga kini hanya ada di Pegunungan Gandang Dewata. Tikus ompong di Pegunugan Latimojong, Sulawesi Selatan dan Gandang Dewata.

Tiga genus baru ini memiliki keunikan tersendiri. Tikus air memiliki selaput tipis diantara jari untuk berenang. Hasil identifikasi, tikus ini mencari makan dengan berenang bahkan menyelam. “Jadi menyelam untuk mendapatkan makanan yang menempel di batuan dasar sungai. Macam snorkeling-lah,” kata Anang.!break!

Penamaan tikus akar karena kala membuka saluran pencernaan, ada sisa-sisa akar. Tikus ini kebanyakan mengkonsumsi akar tumbuhan, seperti talas-talasan atau umbi-umbian dan beberapa tanaman lain.

Tikus ompong juga menarik. Ia hanya memiliki dua gigi di bagian depan moncong– seperti kelinci. Bagian lain tak tumbuh gigi. Ketika tikus sedang makan, akan digigit sedikit demi sedikit. Lalu dikeluarkan lagi. Begitu terus menerus hingga makanan lunak ditelan. Pada ekspedisi 2016, tiga genus baru tikus tak terjerat.

Anang mulai meneliti tikus sejak 2006. Bersama beberapa rekan, baik peneliti Indonesia dan luar negeri, dia mengunjugi hutan yang jarang terjamah. Di Sulawesi, dia menembus kedalaman Gandang Dewata (Sulawesi Barat), Latimojong (Sulawesi Selatan), Tompotikka (Luwuk Banggai), Mekongga (Sulawesi Tenggara), Toli-toli dan beberapa pegunungan di Manado.

Di Gandang Dewata, pada ekspedisi 2016 ini kali ketiga. Selama menjejakkan kaki di tempat ini, dia selalu dikejutkan dengan temuan baru. “Saya kira tempat ini (Gandang Dewata) adalah central high biodeversity untuk Sulawesi.”