Tanah Kawitan bagi Pengelana

By , Senin, 23 Mei 2016 | 17:30 WIB

Senja alam memikat seorang pelancong manca di Pantai Plengkung. (Agus Prijono/National Geographic Traveler)

Sembilan kilometer dari Pancur, gelombang Samudra Hindia di Pantai Plengkung justru yang memanggil para pengelana ombak. Di jalanan berlumpur selepas Pancur, aneka kupu-kupu berpesta pora menyesap garam di kubangan air hujan. Ayunan sayap kupu-kupu seperti melapangkan jalan berbatu nan licin.

Hari itu, ombak Plengkung sedang surut. Nun jauh di sana, ombak bergulung. Samudra Hindia tetap saja menggelora. “Tidak ada yang berselancar. Soalnya, jatuhnya ombak langsung ke igir-igir. Jadi berbahaya,” terang Nanang Dwi Prasetyo, petugas Taman Nasional di Plengkung.

Terumbu karang tepi itulah yang disebut igir-igir. Bentangan karang di pantai menunjukkan Plengkung telah mengalami pengangkatan. “Plengkung telah mengalami pengangkatan tiga kali. Ini daerah karst, yang ditandai banyak gua,” tegas Nanang.

Di batas igir-igir, lidah ombak menggeliat terhempas ke karang. Bayang-bayang hitam beberapa orang yang beraktivitas dekat gelombang nampak seperti kurcaci.

Tinggi ombak, tutur pria yang telah mirip peselancar ini, mencapai 2,5 sampai 3 meter lebih. Setelah hamparan igir-igir, lanjut Nanang, di dasar laut terdapat cekungan dalam. Topografi laut itu membuat arus mengalir membentuk ombak yang bagus.

Dari ujung timur hingga barat pantai, geliat ombak memiliki karakternya masing-masing. Dari timur ada ombak Money Trees, disusul Speedy’s,  Kongs, Twenty-twenty dan Tiger Track. Julukan tiap jenis ombak berasal dari para peselancar. “Speedy’s, misalnya, dikenal karena kecepatannya, yang belum tertandingi di tempat lain,” terang Nanang, “karena itu menjadi favorit di perairan Plengkung.”

Gulungan ombak Money Trees kerap membentuk lorong, sementara Kong berombak besar tapi pendek. “Tiger Track cocok buat para pemula. Pemula bukan berarti tidak pandai selancar, hanya belum profesional,” tandas Nanang yang hingga kini masih kapok digiling ombak.

Sebagian besar peselancar berasal dari Amerika Serikat, Brazil dan Australia. Ombak menggelora antara Juni sampai September. Petualangan penuh risiko menjadikan Plengkung sebagai destinasi wisata minat khusus. “Sangat sangat khusus,” Nanang menegaskan.

Selain peselancar, pelancong yang datang hanya bisa menyaksikan deburan laut selatan dari menara pengamatan. Tepat di depan menara, terpampang ombak Money Trees dan Speedy’s menggelora.

“Kalau ingin melihat ombak dari dekat bisa menyewa perahu nelayan, menuju tengah laut,” ujar Nanang. Namun, gelombang besar membuat rasa ngeri saat di tengah laut. Demi keselamatan, menara pandang menjadi wahana terbaik untuk melihat para peselancar menumpangi riak laut.

Nama besar Plengkung telah mengibarkan semenanjung di batas timur Pulau Jawa. Tidak sekadar bersemayamkan keliaran belantara, Alas Purwo juga bertaut budaya, religi dan petualangan. Sepucuk semenanjung berselimut magi bagi kaum pengelana ombak dan spiritual.