Apa Saja Sajian Tradisi Masyarakat Tionghoa Saat Festival Tang Cie?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 20 Desember 2021 | 19:30 WIB
Onde atau ronde Tang Yuan merupakan santapan tradisi dalam festival Tang Cie. (CHOO YUT SHING/Flickr)

Nationalgeographic.co.id—Tang Cie atau Dongzhi adalah festival tahunan yang dirayakan oleh kalangan Tionghoa. Tahun 2021 ini, Tang Cie jatuh pada malam perpindahan dari 21 Desember ke 22 Desember, sebagai penanda titik balik matahari yang menandakan puncak musim dingin.

Flora Tan Pengurus Bidang Seni Budaya Putra Putri Hakka Jakarta menerangkan, perayaan Tang Cie adalah kegiatan yang sama pentingnya dengan perayaan tahun baru. "Itulah sebabnya Dōngzhì disebut tahun baru kecil. Masing-masing daerah memiliki cara perayaan Dōngzhì yang berbeda," tulisnya kepada National Geographic Indonesia, yang juga dipublikasikan di akun Facebooknya.

Bagi kalangan Tionghoa Indonesia, jelasnya, perayaan ini tidak lepas dengan mengonsumsi onde atau ronde. Makanan ini memiliki nutrisi yang kaya dengan ramuan herbal untuk dikonsumsi ketika aktivitas fisik dibatasi. Secara tradisi, mengkonsumsi ini dapat menimbun energi chi saat "metabolisme melambat sehingga tubuh bisa lebih baik menyerap nutrisi onde Tang Yuan."

Flora mengutarakan bahwa di masa lampau beberapa hari sebelum Tang Cie, onde disiapkan dengan merendam beras ketan dan menggilingnya. Pada malam sebelum perayaan, adonannya dibentuk menjadi bulatan, dan diwarnai dengan warna merah dan putih.

"Para wanita bangun di pagi hari menyiapkan api masak onde saat Dōngzhì yg dingin dan hari belum terang. Dimulai dengan mempersembahkan ke Leluhur dan baru dimakan bersama keluarga," urai Flora.

"Jadi makan [r]onde selain melambangkan sinar matahari yg berangsur akan kembali, Tang Yuan juga memiliki persamaan bunyi dengan tuányuán yang berarti reuni atau berkumpulnya kembali keluarga dalam kerukunan. Bentuknya yang bulat dimakan dalam mangkok berbentuk lingkaran melambangkan kebersamaan dan kesempurnaan."

Makanan ini sudah ada sejak Dinasti Song dalam gambaran catatan karya Zhou Bida. Nama Tang Yuan muncul dalam perubahan waktu dengan penyebutannya yang beragam seperti Fuyuanzi yang merujuk pada cara memasaknya dengan tenggelam dan mengapung, Yuanxiao oleh masyarakat Tiongkok utara pada masa Dinasti Ming (1368 - 1644), hingga Tang Yuan oleh masyarakat di selatan yang konon merujuk salah satu legenda modern Tionghoa.

"Meskipun bentuknya sama-sama bulat dan terbuat dari tepung ketan, sebenarnya Tang Yuan dan Yanxiao adalah dua jenis makanan yang berbeda dari segi ara pembuatan, isian, rasa, dan sebagainya. Varian onde sendiri ada yang kosong, ada yang berisi manis seperti kacang-kacangan, dan ada juga yang berisi daging [yang] dimakan seperti sup Pangsit Wonton dan Jiaozi."

Baca Juga: Kuliner Ekstrem: Bulu Babi hingga Gurita yang Dimakan Hidup-Hidup

Adonan Tang Yuan berwarna merah dan putih sebelum dijadikan santapan untuk merayakan festival Tang Cie. Isiannya beragam tergantung selera atau berasal dari budaya mana yang diadaptasikan. (Alpha/Flickr)

Ada dua versi mengapa Wonton disantap. Pertama, Wonton sebagai wujud mengenang Pangu, tokoh dalam mitologi Tionghoa dalam penciptaan bumi dan dikisahkan lahir dari kondisi kekacauan saat pembentukan alam semesta.

Versi lainnya muncul dari Dinasti Han ketika bangsa Xiongnu dari utara Tiongkok mengganggu perdamaian. Karena Wonton secara bahasa mirip dengan hùndùn (kacau balau), ujar Flora, saat itu memakan pangsit ini diharapkan bisa menciptakan perdamaian.

Jiaozi sebagai makanan lainnya festival Tong Cie oleh masyarakat Tiongkok utara juga memiliki asal-usul. Makanan ini diciptakan oleh seorang tabib sekaligus pejabat di Changsa bernama Zhang Zhongjing.

"Saat pensiun dan pulang ke kampungya, ia melihat penduduk begitu lemah dan kurus, menderita kelaparan dan kedinginan, bahkan banyak yang telinganya rusak karena suhu dingin yang ekstrem," tulis Flora. "Ia (Zhang Zhongjing) mencampur daging kambing, ramuan pengusir dingin, dan membungkusanya dalam kulit adonan sehingga bentuknya seperti telinga."

Maka makanan ini melegenda dan memunculkan mitos jika tidak memakannya telinga dapat beku kedinginan.

Makanan lainnya yang juga menjadi tradisi Tang Cie untuk menemani ronde adalah daging kambing yang disertai ramuan herbal, ketan kacang merah yang diyakini dapat mengusir hantu penyebar penyakit, bubur 8 harta yang bahan umumnya beras dan kacang-kacangan, serta arak Tang Cie.

"Orang Hakka punya kebiasaan bikin arak saat Dōngzhì yang disimpan hingga bulan sembilan tanggal sembilan penanggalan imlek tahun berikutnya. Karena pada saat itu Dōngzhì rasa airnya sangat murni sehingga kalau dibikin arak bisa disimpan lama, tidak rusak, dan rasanya pun murni, lembut, menyegarkan," ungkapnya.

Sementara di Taiwan ada kebiasaan menyantap kue lapis sembilan tingkat yang gunanya untuk sembayang kepada leluhur. Makan ini terbuat dari tepung ketan yang berbahan berbentuk ayam, bebek, kura-kura, sapi, domba, atau hewan lainnya yang menjadi simbol.

Angka sembilan juga penting dalam festival ini, sebagai cara menghitung periode dari hari dingin di musim dingin, hingga hari hangat memasuki musim semi.Titik awalnya dihitung dari Rén, hari pertama Tang Cie yang dibagi menjadi sembilan periode, di mana satu periode terdiri dari sembilan hari (sembilan pertama). Pada hari ke-81 atau hari kesembilan di periode kesembilan, tradisi meyakini sudah memasuki musim semi karena udaranya menghangat.

Baca Juga: Gagasan Daulat Pangan Sukarno, Lagu Pengiringnya, dan Masa Depan