Warisan Orang-orang Makassar bagi Suku Aborigin di Australia

By , Rabu, 27 Juli 2016 | 18:00 WIB

“Untuk membuat perdagangan lebih efisien, mereka perlu belajar salah satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar. Kemungkinan ada orang Yolngu yang dibawa ke Makassar untuk belajar bahasa, lalu ada pelaut yang juga mengambil istri di pantai utara Australia. Lalu ada cerita, orang Indonesia (pelaut dari Makassar) yang ditinggalkan di pantai utara. Mungkin mereka ingin dia belajar bahasa Yolngu. Saya kira komunikasi adalah salah satu faktor yang penting,” tuturnya.

Lalu, lanjutnya, jika merujuk pada kosa kata yang diserap, muncul kesimpulan bahwa para pelaut yang datang dari Makassar itu tidak semuanya adalah orang-orang dari Tanah Sulawesi, seperti Makassar, Bugis dan Bone. Diperkirakan, para awak kapal dari kapal pinisi Makassar ini berisi pula orang-orang dari Maluku, Nusa Tenggara, bahkan Jawa dan Melayu.

“Nakhodanya sering (orang) Bugis, tetapi awaknya campur dan menariknya, dari segi komunikasinya, bagaimana mungkin suku asli Australia jadi fasih dalam bahasa Melayu atau Bugis dan bahasa daerah Indonesia yang lain? Ada kemungkinan besar hanya sebagian yang fasih, salah satunya suku asli Australia yang diterima sebagai awak di prau Nusantara,” tambah Paul kemudian.

Richard Trudgen menambahkan, penyerapan bahasa oleh suku Yolngu dari pelaut asal Makassar juga terkait dengan sikap para pelaut yang

Makin jarang

Menurut Paul, studi linguistik Yolngu-matha tentang penyerapan kata-kata dari bahasa Nusantara baru dimulai pada sekitar tahun 1970-an, jauh setelah hubungan dagang antara pelaut dari Makassar serta suku Yolngu bubar.

Kisah mesra itu harus berakhir setelah Pemerintah Australia pada awal abad ke-19 mewajibkan setiap pelaut untuk memiliki izin dan membayar semacam pajak jika hendak memancing atau memanen teripang di kawasan Australia.

Sejak tahun 1906, tak ada lagi pinisi yang datang ke Arnhem Land dan kehidupan pun menjadi sulit bagi penduduk Yolngu. Perekonomian lesu, banyak orang Yolngu yang disebutkan tidak lagi memiliki gairah hidup.

Paul mengatakan, penggunaan beberapa kosa kata serapan pun lantas memudar, hanya berdasarkan ingatan dari masa lalu yang diceritakan oleh ayah dan kakek mereka turun –temurun serta kata-kata yang tersimpan dalam lukisan di gua, manikay atau serangkaian lagu yang berisi pengetahuan dari para leluhur mengenai bagaimana cara Suku Yolngu hidup, biasanya dinyanyikan pada saat upacara adat.

Vicky Elborough, seorang bidan di Gove District Hospital, lekat-lekat menatap layar putih di mana materi seminar Richard Ian Trudgen, pendiri dan pimpinan Aboriginal Resource Development Services (ARDS), yang ditayangkan, siang itu.

Dia mengikuti pelatihan yang digelar Richard untuk warga kulit putih di Nhulunbuy, Semenanjung Gove, NT.

“Saya ikut ini untuk membantu saya dalam bekerja sebagai seseorang yang tinggal di tempat ini untuk memperdalam pemahaman saya mengenai apa yang mereka butuhkan. Kadang dalam bertugas, saya menemukan kendala dalam hal bahasa  dan kebiasaan penduduk asli,” tutur Vicky di sela acara seminar.!break!