Kawasan Kota Lama Semarang bersebelahan dengan beberapa situs penting dalam sejarah kota. Di sebelah baratnya, ada Masjid Kauman dengan pemukiman mayoritas muslim. Pasar Johar, karya Thomas Karsten, hanya beberapa langkah dari sini. Pecinan Semarang terletak di sebelah Kota Lama sedangkan Kampung Melayu berada di timur lautnya.
Gereja Gedangan
Umumnya, jika membicarakan kawasan Kota Lama, orang alpa pada kehadiran kompleks gereja katolik St. Joseph dan susteran St. Fransiskus di Zeeztraat atau Jalan Gedangan (sekarang jalan Ronggowarsito).
Gereja itu didirikan oleh J. Lynen pada 1876. Kedua bangunan indah itu dinding luarnya berbata merah. Sekarang di sana ada Sekolah Tinggi Pastoral Kateletik St. Fransiskus Assisi.
Baca Juga : Mampir ke Kampung Pembuat Kulit Lumpia Tertua di Semarang
Resto dan Galeri Seni
Di seberang Gereja Blenduk, beberapa meter ke arah barat, ada gedung bekas pengadilan, landraad, pemerintah kolonial. Gedung ini sekarang mnejadi rumah makan "Ikan Bakar Cianjur".
Jika Anda masuk dan bersantap di sini, tak ada kesan tragis manusia yang diputus nasibnya masuk bui. Restoran ini belum lama menemani rumah makan sate dan gule kambing '29' di seberang gereja, yang telah lama melegenda.
Di belakang gereja, tepatnya ujung Jalan Perkutut, ada "Warung Steik Pelet's". Interiornya dirancang menyerupai gudang; beberapa bagian temboknya seperti terkelupas. Usai bersantaop, hanya beberapa langkah, akan menemui satu galeri seni rupa, yaitu "Galeri Semarang".
Gedung ini, di era kolonial, milik Winkel Maatschappij yang berdagang barang keperluan rumah tangga dan kantor. Galeri berdiri pada medio 2008.
Adu Ayam
Antara Jalan Letjend. Suprapto dan Kepodang ada seruas jalan membujur utara-selatan. Lorong ini selalu riuh-rendah oleh lalu-lalang kendaraan roda dua, sepeda, atau becak.
Uniknya, hampir sepanjang hari ayam-ayam jago bersidang di sini. Para botoh pun ramai menaksir, mata menggerling mesra ke arah ayam jago aduan itu.
Sesekali tangan-tangan mereka membelai lembut peliharaannya. Jika sudah begini mereka tak ingat anak-istri di rumah. Entah sejak kapan kegiatan ini berlangsung, persidangan ayam jago nyaris tak pernah absen.
Baca Juga : Tiga Kuliner Lezat di Semarang Ini Amat Sayang Dilewatkan
Oei Tiong Ham
Riwayat Oei Tiong Ham ibarat lakon anak wayang. Lahir 1866-1924, dari orangtua asal Cina daratan, Oei Tjie Sien, dan besar sebagai Raja Gula dengan delapan istri dan puluhan anaknya.
Pada masa jayanya, Oei Tiong Ham dikenal sebagai milyarder Asia Tenggara. Kerajaan bisnisnya melebar hingg di beberapa negara Asia dan Eropa. Kekayaanya antara lain berasal dari monopoli cukai candu dari pemerintah kolonial Belanda.
Tatkala negara Republik Indonesia masih muda, firma Oei Tiong Ham - Kian Gwan - dinasionalisasi oleh pemerintahan Soekarno sekitar 1961. Sejak itu riwayat konglomerasinya di Indonesia meredup. Kantornya yang terakhir didesain oleh Ir. Liem Bwan Tjie, masih berdiri kokoh di jalan Hoogenorpstraat atau Kepodang.