Israel Bisa Jadi Negara Pertama yang Beri Booster Kedua untuk Warganya

By Utomo Priyambodo, Senin, 27 Desember 2021 | 17:00 WIB
Ilustrasi vaksin COVID-19. (pharmaceutical-technology)

Nationalgeographic.co.id—Para ahli pandemi dari Kementerian Kesehatan Israel telah merekomendasikan bahwa vaksin booster kedua harus diberikan kepada orang-orang yang berusia lebih dari 60-an tahun dan para petugas kesehatan di negara Timur Tengah itu. Jika proposal itu diterima, yang ditetapkan dalam beberapa hari mendatang, itu akan menjadikan Israel negara pertama yang memberikan dosis keempat vaksin COVID-19 kepada warganya.

"Kami melihat berkurangnya perlindungan terhadap infeksi Omicron. Gelombang ini tumbuh dalam jumlah yang sangat tinggi ... Lebih dari 80% panel mendukung tindakan ini," ujar Arnon Shahar, salah satu dokter dalam panel ahli Kementerian Kesehatan Israel, seperti diberitakan Army Radio milik Israel.

Rekomendasi tersebut harus disetujui lebih dulu oleh Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan, Nachman Ash. Kementerian tidak mengatakan kapan persetujuan itu mungkin diberikan. Namun pemerintah Israel telah menyambut baik proposal tersebut.

Perdana Menteri Naftali Bennett mendesak mereka yang bakal diperbolehkan untuk menerima pemberian vaksin booster kedua itu untuk segera mendapatkanya. Rekomendasi menyarankan vaksin booster kedua atau dosis keempat harus diberikan setidaknya empat bulan setelah booster pertama atau dosis ketiga.

"Ini adalah berita bagus yang akan membantu kita melewati gelombang Omicron yang melanda dunia," kata Bennett, seperti dilansir Reuters.

Pemerintah Bennett bergerak cepat merespons keberadaan varian baru virus corona ini. Mereka telah melarang orang-orang asing memasuki Israel sejak 25 November dan memperluas daftar negara-negara berisiko tinggi yang warganya tidak boleh melakukan perjalanan ke sana, termasuk ke Amerika Serikat, sejak pekan lalu.

Kantor Bennett juga menyetujui pengurangan kehadiran di kantor-kantor sebesar 50% bagi para karyawan sektor publik untuk mendorong lebih banyak pekerjaan jarak jauh. Bahkan, Menteri Pertahanan Benny Gantz telah memerintahkan Komando Depan Militer untuk mempersiapkan kemungkinan 5.000 kasus baru COVID-19 per hari di Israel akibat varian Omicron ini.

Kementerian Kesehatan mengatakan setidaknya sudah ada 340 kasus Omicron yang diketahui di Israel per hari Selasa lalu. Secara total, sejak awal pandemi, Israel telah mencatat 1,36 juta orang terinfeksi COVID-19 yang sebagian besar disebabkan varian Delta.

Sejauh ini sudah ada 8.200 kematian di Israel yang diakibatkan oleh COVID-19. Dari ribuan kematian tersebut, ada satu kematian yang disebut kematian pertama akibat varian Omicron.

Baca Juga: Studi: Dua Dosis Vaksin Sinovac Tak Mampu Cegah Infeksi Varian Omicron

Dikutip dari IFL Science, Israel telah sepenuhnya memvaksinasi 63,5 persen populasinya dan telah memberikan vaksin booster kepada sekitar 45 persen warganya. Itu artinya lebih dari empat juta orang di Israel terlah menerima tiga dosis atau tiga kali vaksin COVID-19.

Sekitar sepertiga dari populasi negara itu berusia di bawah 14 tahun. Jadi kebanyakan dari mereka baru memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin dalam beberapa bulan terakhir.

Respons cepat dan tegas yang dilakukan Israel untuk melindungi warganya ini memang baik. Hanya saja, dunia terus mengalami ketidaksetaraan dramatis dalam hal akses vaksin COVID-19.

Sebab, negara-negara kaya yang telah meluncurkan vaksin booster masih terus menunda diskusi tentang keringanan paten untuk vaksin. Di sisi lain, hanya 8,1 persen orang di negara-negara berpenghasilan rendah yang telah menerima setidaknya satu dosis vaksin COVID-19.

Baca Juga: Vaksin Booster Berbayar dan Ketimpangan Sosial bagi Rakyat Indonesia