Sepuluh Keterampilan Zaman Primitif untuk Bertahan Hidup di Alam Liar

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 29 Desember 2021 | 16:00 WIB
Ilustrasi membuat api dari kayu. Pembuatan api seperti ini dilakukan saat bertahan hidup di alam liar. Praktiknya kita pelajari dari kehidupan manusia yang masih primitif. (Piqsels)

 

Nationalgeographic.co.id—Survival atau bertahan hidup di alam liar, memang memiliki sensasi bagi yang berjiwa petualang. Perlengkapan yang ada saat ini dibuat oleh industri untuk memenuhi kebutuhan, dengan fitur yang canggih walau harganya lumayan mahal bagi sebagian orang.

Tapi apa yang terjadi bila Anda terjebak dalam situasi berbahaya dan tidak memiliki kesiapan membelinya? Tim MacWelch, pegiat survival dan penulis buku Prepare for Anything: Survival Manual, menulis setidaknya ada 10 keterampilan berharga yang sudah dilakukan manusia sejak zaman primitif. Dia menulsinya di Outdoor Life.

Membuat api

Merupakan temuan paling fenomenal dalam sejarah manusia, api dapat dibuat dengan teknik sederhana dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Sebagian besar metode melibatkan efek gesekan salah satunya lewat tongkat kayu, papan yang dibolongkan, dan sisa kulit kayu kering. Efek gesekan dari tongkat kayu di papan, kemudian mengantarkan api menyala di kulit kayu.

Ada banyak panduan lengkap di internet yang bisa Anda pelajari terkait ragam teknik membuat api.

Terlepas dari teknik yang hendak digunakan, syarat yang pasti kayu tidak boleh basah, berlumut, atau berjamur. Kayu harus tetap kering agar gesekan bisa menciptakan dan mempertahankan api. 

Membuat simpul

Simpul kupu-kupu yang biasa Anda gunakan untuk sepatu, atau simpul mati untuk membungkus makanan, akan sia-sia jika Anda tidak mengenali tali yang ada di alam liar.

Beruntung jika Anda membawa tali, jika tidak, Anda harus memanfaatkan bagian tanaman seperti akar karet atau cemara, hingga akar tanaman yang menjuntai. Walau terlalu kaku untuk digunakan, satu lipatan utas saja bisa digunakan secara sederhana. 

Bagi penyintas alam liar, perlu untuk memahami tanaman apa yang harus digunakan. Serat kulit kayu bagian dalam dari pohon tertentu dapat dipilin menjadi tali dua lapis dengan panjang dan ketebalan beragam.

Pohon beringin memiliki akar yang menjuntai. Ketika sedang bertahan hidup di alam liar, akar menjuntai dan batang kayunya, bisa digunakan sebagai tali simpul. (Anir Mitra/Pixabay)

Baca Juga: Bangkai-Bangkai Kapal Kepulauan Seribu, Dunia Lain yang Masyhur

Buatlah tempat berlindung

Pernahkah waktu kecil membangun tenda atau benteng kecil di dalam rumah? Sebagian dari Anda mungkin pernah melakukannya dengan selimut, kain, dan handuk, kemudian penyangganya mulai dari sapu, raket badminton, atau pemukul softball. Nah, sekarang saatnya untuk menerapkannya di alam liar saat darurat.

Ada banyak peluang membangun tempat perlindungan yang berbeda-beda, tergantung dari sumber daya yang ada.

Misal, tempat berlindung dengan konsep lean-to yang bisa dibuat sederhana. Gubuk kecil ini bisa menghalangi angin dan memberikan kehangatan, bila kita mampu membuat api tetap menyala sepanjang malam. Atau, Anda juga bisa membuat tempat perlindungan seperti tenda bivak yang bisa memberi kehangatan sepanjang malam, walau sempit dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendirikannya.

Yang jelas, setidaknya ada lima tips yang ada perhatikan ketika membuat perlindungan. Pertama, pastikan Anda memberikan cukup waktui untuk membangunnya sebelum gelap. Berikutnya, tentukan lokasi bangunan dengan drainase yang baik untuk antisipasi hujan.

Kemudian, pilih tempat dengan bahan bangunan yang melimpah agar bisa cepat didirkan. Lalu, arahkan pintu angin jauh dari arah angin dan badai bisa masuk. Terakhir, jauhkan api Anda melawan arah angin dan tempat perlindungan, terutama jika Anda membuatnya dari daun mati, rumput kering, atau tumbuhan lainnya yang mudah terbakar.

Shelter ini menggunakan bahan alami dari kayu-kayu sekitar di hutan. Bentuknya terkesan sederhana, tetapi membuatnya perlu upaya demi menghangatkan tubuh kala malam jatuh di alam liar. (Barry Hunter/Wikimedia)

Pisau batu

Sebelum logam ditempa, manusia sudah mengenal pisau sebagai senjata yang matanya berbahan batu. Jenis batu yang digunakan dan tekniknya tergantung pada tujuan pemakaiannya. Contoh, untuk memotong makanan dan mengiris tali, Anda harus memukul tepi tipis pada batu api atau kuarsa dengan batu bulat kecil. Kemudian serpihan batu tajam ini baru bisa digunakan sebagai pisau.

Batu kuarsa bisa digunakan untuk menyembelih, menguliti, hingga berburu. Untuk itu, batu kuarsa yang Anda miliki harus banyak untuk mengganti kegunaannya berdasarkan jenis ketajaman.

"Saya tidak hanya menguliti, tetapi juga membantai, seluruh rusa dengan serpihan kuarsa yang tajam. Setelah selesai, Anda tidak perlu memasukkan kembali pisau kotor ke dalam sarungnya. Hanya membuang batu kembali ke hutan dan terus berjalan," tulis MacWelch.

Baca Juga: Jelajahi Dunia Menakjubkan Taman Nasional Zion di Amerika Serikat

Buat perangkap

Di alam liar, konsep yang berlaku adalah memakan atau dimakan. Maka dari itu, Anda harus membuat perangkap untuk menjebak pemangsa atau mendapatkan hewan buruan yang sulit diburu.

Membuat perangkap membutuhkan kecerdasan dan kepraktisan untuk meningkatkan peluang. Jika Anda hendak menyelamatkan diri dari pemangsa, Anda harus pandai membuat tipuan seperti aroma ke hidung mereka. Memang, berbagai teknik pembuatan jebakan seperti lubang atau pengerat, membutuhkan keterampilan yang luas dan kompleks. Tetapi, jika berhasil, voila! Anda mendapatkan makanan gratis!

Merebus air dengan batu

Batu mengantarkan panas api kepada wadah kayu untuk merebus air. Air rebus sangat diperlukan bagi penyintas di alam liar agar tidak terserang penyakit. (Tim MacWelch/PopScience)

Tak selalu gila makan, manusia zaman primitif juga perlu minum dari air yang sehat demi menopang metabolisme. Saat kita berada di alam liar, tubuh kita rentan terserang berbagai organisme kecil dari air mentah di seluruh dunia, seperti virus, bakteri, cacing parasit, bahkan amuba yang tidak bisa dilihat dengan mata.

Tanpa ketel atau panci logam, ada cara kuno mendisinfeksi air lewat merebusnya dengan batu. Batu adalah benda padat yang juga bisa mengantarkan panas. Batu-batu kecil yang dikumpulkan dari kawasan kering direbus selama 30 hingga 45 menit.

Baca Juga: Arkeolog Menemukan 250 Makam Purba yang Terbuat dari Batu di Mesir

"Anda dapat menaruh batu-batu ini satu per satu pada wadah untuk merebus air," tulis MacWelch. "Wadah ini bisa berupa mangkuk atau bak kayu besar (sesuatu yang tidak pernah bisa Anda letakkan di atas api) atau bisa juga rongga pada batu (sesuatu yang terlalu besar untuk dipanaskan)."

"Saya bahkan merebus batu di kulit labu dan membuat lubang di tanah. Saya sarankan membuat sepasang pengapit dari tongkat kayu hijau tebal untuk memindahkan batu panasmu dan menemukan wadah terbersih dan terbesar yang bisa didapatkan," terangnya.

Navigasi

Google Maps, Waze, dan alat navigasi modern lainnya sangat detail untuk memberikan tampilan topografi yang rinci. Meski demikian, manusia sudah sejak lama menemukan cara menavigasi di alam bebas selama ribuan tahun lamanya, untuk mencari arah ke mana harus pergi. Sehingga, ketika kita tidak memiliki kompas atau GPS Anda mati, cara tradisional ini bisa diterapkan.

Cara termudah adalah melihat mathari dan bulan untuk memberikan gambaran umum barat dan timur. Arah cuaca juga bisa membantu, seperti di Yogyakarta yang sangat jelas kebanyakan hujan turun dari arah utara, baru ke selatan. Rasi bintang pun demikian, walau ini membutuhkan keterampilan, tapi Anda bisa memahami dari suatu rasi, bintang mana yang paling condong ke barat, timur, utara, atau selatan. 

Membaca jejak

"Nenek moyang kita terampil dalam melacak hewan buruan dan predator," terang MacWelch. "Meskipun bentuk seni ini tidak digunakan oleh kebanyakan orang saat ini, pelacakan masih bisa menjadi penyelamat dalam situasi tertentu."

Di sisi lain, melacak atau memahami jejak, bisa membantu kita untuk menemukan hewan buruan liar untuk disantap. Jika Anda menemukan jejak kaki yang jelas, ikutilah, kemudian Anda akan mendapatkan siapa pemilliknya.

Walau getahnya beracun, jika dicuci dengan benar jambu mete tetap aman dikonsumsi. (Elisabeth Novina)

Tumbuhan layak konsumsi

Selain memakan hewan, Anda bisa dengan mencari makanan dari tumbuhan sekitar. Tetapi, MacWelch memperingatkan, Anda harus memahami seluk-beluk seni memakan tumbuhan liar agar tidak salah, yang mengantarkan pada keracunan.

"Seberapa dalam Anda mempelajari subjek tanaman, pastikan Anda telah membuat identifikasi positif dari spesies tanaman dan pastikan Anda tahu cara menggunakan bagian tanaman dengan benar," tulisnya.

Tidak semua tanaman yang kita ketahui baik untuk dikonsumsi bisa dimakan. Anda harus tahu cara pengolahannya agar tidak menimbulkan racun, sehingga waspadalah agar terhindar dari sakit perut, kegagalan oragan dalam, bahkan kematian akibat konsumsi tumbuhan sembarangan.

Menangkap ikan

Kail dari kayu yang bisa digunakan untuk memancing di alam liar bila seseorang menjadi penyintas di alam liar. (Tim MacWelch/PopScience)

Cara menangkap ikan kuno berbeda dengan yang kita lakukan dengan peralatan memancing modern saat ini. Kita mengenal pelampung, penarik yang dinamis, dan semua alat-alat yang bisa dibeli di toko pemancingan. Tetapi manusia di kehidupan kuno, perlu berbagai taktik, seperti jaring, jebakan, tombak, dan kail.

Tentunya, MacWelch menjelaskan, cara kuno ini membutuhkan keberuntungan dan keterampilan yang harus dipadukan, demi bertahan hidup di alam liar.

"Dalam usaha kelangsungan hidup, ikan dapat memberi kita kalori penting dari protein dan lemak," pungkasnya.

Baca Juga: Spelunking: Hobi Menjelajah Gua yang Ekstrem, Namun Tetap Digemari