Menilik Lebih dalam Tradisi Mardoton, Budaya Tangkap Ikan Warisan Leluhur di Danau Toba

By Fathia Yasmine, Rabu, 29 Desember 2021 | 18:11 WIB
Para nelayan memancing di Danau Toba (Dok. KKP)

Selain disebabkan oleh ikan predator, kelangkaan sumber daya ikan juga disinyalir disebabkan oleh adanya penurunan kualitas air, termasuk kontribusi limbah domestik di Danau Toba. Alhasil, kenangan menangkap ikan berkeranjang-keranjang pada masa lalu, tinggal cerita.

Untuk menanggulangi kelangkaan sumber daya ikan, masyarakat sekitar Danau Toba secara rutin menggelar tradisi Mardoton. Budaya ini merupakan cara menangkap ikan yang dilakukan para leluhur sejak puluhan tahun lalu.

Baca Juga: Seberapa Banyak Olahraga yang Paling Baik untuk Cegah Hipertensi?

Tradisi Mardoton dilakukan setiap tahun pada Bulan Sipaha Sada atau bulan pertama pada Penanggalan Kalender Batak. Salah satu desa yang masih memegang tradisi ini adalah Desa Tuktuk Siadong di Kabupaten Samosir.

Lewat tradisi Mardoton, masyarakat tidak menggunakan jaring kawat tetapi menggunakan "doton" atau jaring berbahan kain untuk menangkap ikan. Untuk menjaga keseimbangan, doton umumnya memiliki ukuran jaring yang lebih besar.

Meski begitu, membuat doton tidak bisa dilakukan sembarangan. Terdapat aturan khusus dan hitung-hitungan tepat dalam membuat doton. Dengan begitu, benda ini mampu menghasilkan tangkapan ikan yang baik.

Penggunaan doton juga memiliki kaidah tersendiri. Ketika menebar doton, masyarakat harus menyiapkan pelampung atau “ramo”.

Baca Juga: 15 Temuan Memukau tahun 2021, Cadas Sulawesi Selatan Salah Satunya

Jarak ramo pertama dengan ramo kedua harus dihitung berdasarkan ketentuan tertentu. Hal ini bertujuan agar doton mampu menangkap ikan tanpa mencekik sehingga ikan bisa ditangkap dalam keadaan hidup.

Sebelum Mardoton dilakukan, masyarakat harus menurunkan solu atau perahu ke Danau Toba sebelum dipakai menangkap ikan. Solu berasal dari potongan kayu yang diberi papan tambahan yang diikat dengan paku payung.

Kemudian, masyarakat Danau Toba juga harus melakukan ritual adat Batak bernama "Pasahat Itak Putih Tu Namboru Saniang Naga" dan "Poda Patuat Solu" sebagai ucapan rasa syukur.

Sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian Tradisi Mardoton, National Geographic Indonesia bersama dengan KKP, berinisiatif membuat dokumentasi bertajuk Ekspedisi Tradisi “Mardoton” di Danau Toba.

Baca Juga: Senyum Sinis Joker yang Menyeramkan Berasal dari Tanaman Beracun Ini

Ekspedisi dilakukan selama delapan hari, yakni mulai 8 November – 15 November 2021. Dalam dokumentasi tersebut, National Geographic Indonesia melihat bagaimana cara memilih kayu dan membuat solu, hingga membahas asal usul Tradisi Mardoton di Danau Toba.

Untuk melihat lebih dekat proses pembuatan Solu hingga sejarah tradisi Mardonton, Anda dapat menyimak video dokumentasi berikut ini.