Tampaknya, nasib anak indekos tempo dulu, tak jauh berbeda dengan nasib anak indekos zaman kini. Bagi mereka, setiap akhir bulan adalah masa-masa kritis yang berulang tak berkesudahan.
“Busananya sangat sederhana, mengempit biola yang sudah agak butut.”
Lelaki kurus itu berjalan menuju beranda belakang. Dia “dengan semangat memperdengarkan lagu yang sama berulang-ulang kali,” kenang Soeharto. “...dan kadang-kadang juga menyanyi dengan suara yang agak parau.”
Belakangan, Soeharto mengenalnya sebagai Wage Rudolf Soepratman. Dan, lagu yang berulang kali dimainkannya dengan biola butut itu bertajuk “Indonesia Raya”.