Kematian Massal Burung Disebabkan oleh Laut yang Semakin Panas

By , Sabtu, 19 November 2016 | 10:00 WIB

Kematian unggas The tufted puffins atau puffins berumbai mulai memenuhi pesisir darat di Pulau St. Paul pada pertengahan oktober kemudian terus bertambah dan membuat banyak relawan yang berpatroli untuk mengumpulkan unggas tersebut.

Ratusan ekor yang mati, burung puffing yang kurus mulai bermunculan dan membuat pata ilmuwan khawatir tentang keberadaan populasi burung laut berkepala putih dan berparuh oranye ini.

Sebuah hamparan air luas yang menyediakan lebih banyak makanan laut dari laut lainnya di Amerika Utama memperlihatkan beberapa catatan suhu hangat lebih awal pada tahun ini dan membuat para ilmuwan menduga bahwa adanya sebuah pergeseran. Hal tersebut dapat pula menyebabkan kemerosotan jumlah besar bagi kehidupan laut, mulai dari burung laut dan salmon untuk anjing laut.

“Laut Bering telah mengalami peningkatan suhu panas,” kata Nate Mantua, seorang ahli ekologi di NOAA Southwest Fisheries Science Center di Santa Cruz, California. “Kami belum pernah melihat hal semacam ini. ”

DAlam beberapa tahun terakhir patch lain dari keadaan air hangat yang tidak biasa yang menetap di Teluk Alaska dan bergabung dengan perairan hangat di California Selatan benar-benar mengubah laut pesisi. Selama beberapa bulan, para ilmuwan dari Oregon menemukan hampir tidak ada bahan dasar yang membentuk jaring makanan. Ribuan singa laut, murres dan auklets Cassin mati karena kekurangan makanan. Jumlah paus dan berang-berang yang mati muncul di Alaska.

Namun peraoran sub-artik dari Laut Bering awalnya memiliki catatan air dingin dan air-es pada tahun 2012 dan 2013. Perairan yang luar biasa hangat mulai pada tahun 2014, tetapi tidak terlalu mengerikan. Tahun lalu, masih terlihat banyaknya es, jika perairan hangat dari Teluk Alaska tidak tertuang ke laut Bering melaluirantai Aleutian Island. Tapi semua itu berubah pada tahun ini. Bahkan kolam air dingin yang biasanya berada di perairan bawah Laut Bering saat ini sudah menginjak 6 derajat lebih hangat daripada biasanya.

“Ini adalah suhu maksimal dari laut Bering yang paling hangat yang pernah kami lihat,” kata Phyllis Stabeno dengan NOAA Alasaka Fisheries Science Center.”Dan suhu minimum, paling dingin selama musim dingin menjadi lebih hangat dari beberapa tahun sebelumnya.”

“Jelas bahwa sesuatu yang aneh sedang terjadi,” kata Parrish. “Pada dasarnya setiap tahun kita sering menemukan kematian massal yang besar.Hal ini tampaknya diakibarkan oleh atmosfer, dan perubahan besar pada ekosistem laut. ”

Dalam siklus yang normal di Samudera Pasifik, air hangat biasanya diterjemahkan menjadi lebih sedikit makanan, dan sejauh yang para ilmuwan lihat, terutama pada kalangan kecil copepods yang merupakan makanan untuk para ikan kecil dan hewan lainnya. ”Ketika menjadi hangat, biasanya kita tidak lagi memiliki jumlah yang banyak dari zooplankton di sekitar,” kata Stabeno. Sebaliknya, zooplankton menjadi kurang bergizi dari sebelumnya.

“Hal tersebut menjadi sebuah tanda buruk bagi ikan,burung dan mamalia. Zooplankton merupakan mangsa dasar yang menyediakan makanan untuk pollock muda yang kemudian dimakan oleh burung dan cod dan halibut dan bahkan pollock yang lebih tua.”

Dan itulah yang tampaknya telah mendasari apa yang terjadi pada puffins di Pribolofs terpencil.

Kematian Massal

Pada awal Oktober, Lauren Divine, co-director dari konservasi ekosistem bagi masyarakat St. Paul’s Aleut Community, mengambil dua ekor puffins mati untuk dibawa ke Anchorage untuk penelitian. Pada saat yang sama, di dalam pulau yang memiliki luas 103 km persegi, sekitar 500 ekor burung mati secara sekaligus.

Tapi dalam beberapa hari, jelas terdapat sesuatu yang salah.

“Pada tanggal 17 kita mulai melakukan survey pada dua pantai utama dan dengan 40 ekor burung yang mati pada hari pertama,”kata relawan Aaron Lestenkof. “Sejak saat itu, sudah ada sekitar 20 sampai 30 burung mati setiap kita pergi.”

Beberapa ratus burung saat ini telah wash up dan hampir meningkat 200 kali dari jumlah normalnya. Dan sejak pulau St. Paul dan St. George  adalah satu-satunya daratan di sekitarnyam para ilmuwan yaknin mereka hanya menemukan sebagian kecil dari kematian burung ini.

“Dalam 10 tahun pemantauan, kami hanya melihat enam dari jumlah seluruhnya,” kata Julia Parrish, seorang profesor dari University of Washington yang mengkoordinasi jaringan tim relawan. “Saat ini kami telah melihat hampir 250 ekor dalam 20 tahun. Dan pulau-pulau ini adalah pulau yang kecil di tengah-tengah samudera yang besar. Jumlah populasi burung  puffin hanya sebanyak 6.000 burung, dan kami memperkirakan bahwa sentengahnya kemungkinan terpengaruh dampak ini.”

Kata Parrish, burung pemakan ikan mati bukan karena sakit, para ilmuwan tidak menemukan adanya bukti dari penyakit. Hewan-hewan ini mengalami kelaparan. Puffine telah mengalami masalah sebelumnya. Satu tahun setelah pemanasan yang tidak biasa pada 2012, Atlantic Puffins di Teluk Maine mengalami musim reproduksi terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga tahun ini.

“Jelas bahwa sesuatu yang aneh sedang terjadi,” kata Parrish. “Pada dasarnya setiap tahun kita sering menemukan kematian massal yang besar.Hal ini tampaknya diakibarkan oleh atmosfer, dan perubahan besar pada ekosistem laut. ”

Apa yang menyebabkan Pemanasan itu?

Mantua mengatakan bahwa perilaku aneh di atmosfer membantu penghangatan pada Teluk Alaska terbentuj pada tahun 2013 dan bergeser lagi pada akhir musim semi ini, menyebabkan masa periode hangat diperpanjang di Alaska dari bulan Mei-September.

Kemudian pada bulan Oktober polanya berubah lagi, dengan badai yang signifikan di teluk Alaska. Namun angin pada Bering Sea membawa udara hangat dan air dari selatan.

Para ilmuwan masih bergulat dengan mencoba untuk menentuka berapa banyak perubahan yang mungkin terkait dengan perubahan iklim. Beberapa berpendapat bahwa pencairan es laut telah mempengaruhi aliran jet, yang menjadi lebih goyah. Dan lainnya lagi mengatakan bahwa ini anomali aneh yang berhubungan dengan pemanasan di daerah tropis tapi sebagian besar adalah bagian dari fluktuasi iklim ekstrim yang normal.

Terlepas dari itu, saat ini, para ilmuwan kelautan berencana untuk menghabiskan waktu berlebih di laut untuk menilia apa arti dari semua ini khususnya di wilayah Pasifik utara. “Kami akan kembali dan melakukan beberapa banyak survey, karena kami cukup khawatir,” kata Duffy-Anderson.

Terlepas dari itu, untuk saat ini, para ilmuwan kelautan berencana untuk menghabiskan waktu ekstra di laut, mencoba untuk menilai apa artinya semua ini untuk Pacific-terutama Utara untuk industri perikanan Alaska, yang memasok menangkap setengah bangsa makanan laut.

"Kami akan kembali dan melakukan beberapa lebih survei, karena kami cukup khawatir," kata Duffy-Anderson.