Amerika Serikat dan Mesir Sepakati Perjanjian untuk Hentikan Perdagangan Artefak Ilegal

By , Kamis, 22 Desember 2016 | 18:00 WIB

Upacara pengembalian diselenggarakan sehari setelah penandatanganan perjanjian bilateral tentang benda kekayaan budaya antara kedua negara oleh Sekretaris Negara Amerika Serikat, John Kerry dan Menteri Luar Negeri Mesir, Sameh Shoukry.  

Perjanjian ini dimaksudkan untuk membatasi impor benda bersejarah terlarang atau benda-benda bersejarah lain ke Amerika Serikat dari negara asal mereka. Mereka mengurai jenis benda yang memerlukan izin legal untuk masuk ke Amerika Serikat, dan juga melibatkan pelatihan penegakan hukum untuk membantu mengenali artefak benda bersejarah yang mungkin diselundupkan ke negara itu secara ilegal.

“Kami ingin Mesir memahami jika kami menghormati sejarah mereka dan budaya mereka, sebesar harapan kami bahwa orang-orang juga menghormati kepunyaan kami.”

“Kami ingin orang-orang tahu bahwa Amerika Serikat tidak akan lagi menjadi pasar untuk barang-barang tersebut,” tutur Evan Ryan, Asisten Sekretaris Negara Amerika Serikat untuk Hubungan Pendidikan dan Budaya.

Negara asal harus menginisiasi permintaan untuk membuat perjanjian bilateral. Proses seperti dalam kasus Mesir ini mungkin memakan waktu beberapa tahun untuk berunding. Sejak 1983, Amerika Serikat masuk dalam perjanjian bilateral kekayaan budaya dengan 16 negara, setengahnya berlokasi di Afrika Tengah atau Selatan.

Ini merupakan perjanjian bilateral kekayaan budaya pertama antara Amerika Serikat dan negara di Timur Tengah atau Afrika Utara. (Saat ini Amerika Serikat mengalami darurat pembatasan impor secara sepihak [unilateral] atas barang bersejarah dari Irak dan Suriah.)

“Kami mengharapkan perjanjian ini dapat menjadi contoh untuk negara-negara lain,” jelas Asisten Sekretaris, Ryan. Dia menunjukkan optimismenya jika negara-negara lain di wilayah Amerika juga akan bergerak dalam meminta perjanjian bilateral untuk menjaga warisan budaya mereka.

“Kami ingin Mesir memahami jika kami menghormati sejarah mereka dan budaya mereka, sebesar harapan kami bahwa orang-orang juga menghormati kepunyaan kami,” pungkasnya.