Jejak Orang Jawa di Negeri Gajah Putih

By , Selasa, 21 Februari 2017 | 11:00 WIB

Dengan bahasa isyarat, ia pun mengarahkan saya ke ruang pengurusan jenazah, yang di dalamnya terdapat seorang perempuan dan laki-laki yang tengah merapikan kain kafan. Saya langsung mengucap salam kepada mereka dan bertanya dalam bahasa Inggris.

Beruntung, perempuan yang bernama Maryam itu bisa berbahasa Inggris. Maryam akhirnya memperkenalkan pria yang bersamanya tengah merapikan kain kafan. Abdul Hamid namanya. Ia merupakan Ketua Komunitas Muslim di sana. Saya lalu meminta izin untuk memotret interior masjid tersebut.

Seusai itu, saya kembali berbincang dengan Maryam. Ia mengatakan, Jawa Mosque merupakan pusat aktivitas keagamaan bagi umat Islam di Distrik Sathorn. Menurut Maryam, meski namanya seperti nama-nama orang Melayu, ia sama sekai tak bisa berbahasa Melayu.

Ia menambahkan, hampir semua penduduk di sana memang memiliki pertalian darah dengan orang Jawa yang pernah bekerja di Thailand.

Namun, hubungan itu sudah terlampau jauh sehingga generasi sekarang hanya bisa berbahasa Thailand, tanpa bisa berbahasa Jawa.

Maryam menuturkan, keberadaan Masjid Jawa juga dirasa penting bagi komunitas Islam di sana. Berbagai macam aktivitas keagamaan dilangsungkan hampir setiap hari.

Pada hari Senin hingga Jumat, setiap selesai shalat maghrib, ada pendidikan agama Islam yang diikuti oleh anak-anak usia sekolah. Kelas tersebut terletak persis di samping bangunan utama masjid.

Ada lima tingkatan yang harus dilalui oleh para muridnya. Di tingkatan pertama, mereka biasanya mempelajari cara membaca Al Quran. Di tingkat kedua, mereka mulai mempelajari hadis (sabda rasul) dan ilmu fikih (hukum dan aturan dalam Islam).

Selain itu, setiap Minggu, setelah shalat dzuhur, diadakan pula pengajian bagi orang tua. Pada bulan suci Ramadhan, kegiatan di masjid tersebut juga semakin banyak.

Setiap harinya, masjid tersebut menyediakan hidangan berbuka puasa gratis kepada jemaah masjid yang datang. Tak lupa, mereka menggelar shalat tarawih setiap malamnya.

Maryam mengatakan, keberadaan Masjid Jawa juga dirasa penting bagi komunitas Islam di sana.

Bagi mereka yang tak memiliki dana yang cukup untuk menguburkan anggota keluarganya yang meninggal dunia, Masjid Jawa menyediakan ambulans gratis untuk menjemput jenazah dari rumah sakit atau rumah untuk kemudian dimandikan dan dishalati di sana.

Selepas itu, jenazah dikuburkan di pemakaman Muslim yang terletak persis di seberang masjid. "Semua kami lakukan secara gratis, dana selama ini kami peroleh dari donasi sesama Muslim," ujar Maryam.

Karena jumlahnya yang minoritas, komunitas Muslim di Thailand terlihat sangat dekat satu sama lain. Meski demikian, mereka juga hidup berdampingan dengan penganut agama Buddha dan Kristen secara damai.

"Keberadaan masjid ini justru menjadi medium bagi umat Buddha dan Kristen di Thailand lebih mengenal Islam. Adanya azan yang mereka dengar dan segala aktivitas yang kami lakukan di tengah-tengah mereka menunjukkan kami bisa hidup damai berdampingan bersama mereka," kata Maryam.